Mohon tunggu...
Ekamara Ananami Putra
Ekamara Ananami Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Indonesian

Seorang Insan yang Cita-citanya Terlalu Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Desentralisasi Asimetris: Merawat Kebinekaan dalam Negara Kesatuan

21 April 2016   13:19 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 7782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sedangkan untuk Yogyakarta, Koesnadi Hardjosoemantri mengingatkan bawhwa proses pembentukan Yogyakarta sebagai daerah istimewa (DI) itu bukan tanpa modal. Selain atas kemauannya sendiri, jadinya Yogyakarta sebagai DI juga sejalan dengan UUD 1945. Sehingga proses pengistime-waan tersebut tidak boleh diabaikan begitu saja (Hariadi dan Kristanto dalam Rosari, 2011).

 

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, predikat keistimewaan yang di-dapat oleh Yogyakarta itu dikenal dengan sebutan ijab kabul antara republik dengan Yogyakarta. Pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengkubuwono (HB) IX dan Paduka Paku Alam (PA) VIII, menge-luarkan amanat yang amat terkenal itu yang salah satu isinya menyebut bahwa Yogyakarta dan Adikarto merupakan bagian dari RI yang bersifat istimewa.

 

Amanat tersebut dibalas dengan surat oleh Presiden Soekarno pada tanggal 7 September 1945 yang mengakui keberadaan Yogyakarta sebagai DI. Surat tersebut sebenarnya bertanggal 19 Agustus 1945 ketika Soekarno mendapat informasi dari GBPH Puroboyo, sebagai anggotaa PPKI dari Yogyakarta bahwa Yogyakarta tetap setia kepada RI. Namun, Soekarno baru mengirimnya setelah Sultan dan PA mengeluarkan amanat (Soewarno dalam Rosario, 2011).

 

Selanjutnya, keistimewaan Yogyakarta diatur dalam UU 22/1948 dan secara formal dibentuk dengan UU 3/1950 tentang Pembentukan DIY yang diubah dengan UU 19/1950. Setelah reformasi, melalui UU 22/1999 Yogyakarta mempertanyakan bentuk keistimewaannya yang dirasa tidak diakomodasi lagi pun demikian dengan UU 32/2004 (Djojosekarto dkk, 2008).

 

Sehingga, setidaknya sejak tahun 2006 atas dasar sejarah dan budaya, pemda DIY yang didukung oleh kraton, kadipaten dan hampir seluruh masyarakat Yogyakarta. Berjuang untuk mendapat kembali status dan bentuk keistimewaannya yang akhirnya dijawab oleh pempus dan DPR dengan UU 13/2012 tentang Keistimewaan DIY atau lebih dikenal dengan sebutan UUK.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun