Tinggal, yang menjadi pertanyaan yaitu apakah kebijakan desentralisasi asimetris itu diterapkan untuk tingkat provinsi atau kabupaten/kota? Pertanyaan ini perlu segera dijawab, namun pada kesempatan lain yang memang khusus kesempatan atau tulisan itu memperbincangkan tema tersebut.
B. Desentralisasi Asimetris Semu
Seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya bahwa pelaksanaan desentralisasi asimetris khususnya di era reformasi ini dilaksanakan dengan semu dan tidak sepenuh hati oleh pempus. Karena, meskipun beberapa daerah di Indonesia telah diakui dan ditetapkan berbeda dengan daerah lainnya. Tetapi pada banyak aspek, pemandangan “seragam” itu masih sangat tampak terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pertama, terkait dengan urusan-urusan daerah. Kewenangan merupakan salah satu item yang didesentralisasikan oleh pempus ke daerah. Di dalam UU 32/2004 tentang pemda terdapat dua urusan utama daerah yakni urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib berjumlah 26 urusan seperti pendidikan dan kesehatan. Sementara urusan pilihan berjumlah delapan urusan seperti pertanian dan kehutanan.
Masalah muncul karena adanya kewajiban daerah untuk mengerjakan 26 urusan tersebut. Penyerahan urusan dari pusat ke daerah tidak meme-nuhi aspek edukasi karena pempus tidak melihat sejauh mana kesiapan pemda dalam menjalankan urusan tersebut. Kesiapan tersebut terutama menyangkut masalah sumber daya manusia dan infrastruktur di setiap daerah yang berbeda-beda (Kaho 2012).