Mohon tunggu...
Ekamara Ananami Putra
Ekamara Ananami Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Indonesian

Seorang Insan yang Cita-citanya Terlalu Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Desentralisasi Asimetris: Merawat Kebinekaan dalam Negara Kesatuan

21 April 2016   13:19 Diperbarui: 4 April 2017   16:17 7782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, pelaksanaan keistimewaan ini tidak berjalan dengan baik selama pemerintahan Soeharto berkuasa. Baru setelah Reformasi 1998, keistime-waan Aceh diperkuat lagi dengan UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi DIA. Selain UU tersebut, keistimewaan Aceh juga ditegaskan di dalam TAP MPR No. IV/MPR/1999 dan TAP MPR No. IV/MPR/2000 yang merekomendasikan pempus dan DPR untuk menge-luarkan UU otsus bagi Aceh.

 

Akhirnya, Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 9 Agustus 2001 menandatangani UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi NAD. Setelah konfrontasi republik dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ber-akhir melalui Kesepakatan Helsinki pada 15 Agustus 2005. Untuk men-ciptakan kedamaian di Aceh dan sebagai bentuk komitmen republik atas Kesepakatan Helsinki. Maka dikeluarkanlah UU 11/2006 tentang Peme-rintahan Aceh (UU PA), yang menegaskan desentralisasi asimetris dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Aceh.

 

Sementara itu, Jakarta telah ditetapkan sebagai ibukota pemerintah RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Serangkaian peraturan perundang-undangan menyertai pembentukan Jakarta sebagai daerah khusus ibukota negara. Mulai dari 1948 diberi nama dengan Pemerintah Nasional Kota Jakarta, 20 Februari 1950 menjadi Stad Gemeente Batavia lalu 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praja Jakarta.

 

Lalu, pada 1958 sebagai daerah swatantra dinamakan Kota Praja Djakarta Raya. Tahun 1961 melalui PP 2/1961 jo UU 2/1961, dibentuklah Peme-rintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. UU 10/1964 menyatakan DKI Jakarta Raya tetap menjadi ibukota dengan nama Jakarta (Djojosoekarto dkk, 2008).

 

Sama dengan Aceh, selama Soeharto berkuasa perbedaan Jakarta hanya karena pemimpin Jakarta dimasukkan dalam protokoler kenegaraan dan sistem pengangkatan untuk walikota. Selebihnya, Jakarta tidak lebih sebagai wajah pempus yang otoriter dan menguras daerah-daerah lain untuk membangun dirinya sendiri. Sementara untuk menundukkan daerah-daerah tersebut digunakan mekanisme sticks and carrots (Lay 2001).

 

Setelah Soeharto jatuh, republik mengeluarkan UU 34/1999 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang sebutan pemda berubah menjadi pemprov DKI Jakarta dan otonominya tetap berada di tingkat provinsi. Sampai akhirnya diganti dengan UU 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun