Saat mereka kembali ke kelas, Alya merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Perasaan yang selama ini ia coba abaikan mulai terasa lebih nyata. Setiap kali ia berada di dekat Arga, perasaannya semakin sulit dikendalikan. Ini bukan lagi hanya tentang persahabatan yang penuh dengan argumen dan kesal. Ada sesuatu yang lebih dalam.
Dan Alya tahu, cepat atau lambat, ia harus menghadapi perasaan itu—atau mungkin, hanya membiarkannya berkembang dengan cara yang tak terduga.
Bab 4: Ketidakpastian yang Mengganggu
Alya menatap layar laptopnya, namun pikirannya jauh melayang. Di hadapannya, Arga duduk dengan wajah serius, sekali lagi tenggelam dalam riset mereka. Tapi bagi Alya, proyek ini bukan lagi satu-satunya hal yang mengganggu pikirannya. Semakin ia bekerja bersama Arga, semakin jelas perasaan yang selama ini ia coba abaikan.
“Alya?” suara Arga membuyarkan lamunannya.
“Hah? Apa?” Alya mengerjapkan mata, berusaha kembali fokus.
“Kamu udah dapet bagian yang kamu riset? Aku butuh data itu buat merapikan analisisnya,” kata Arga dengan nada netral, meski ada sedikit kekhawatiran di matanya.
Alya merasa wajahnya memerah sedikit. "Iya, iya... maaf, aku nggak fokus tadi. Aku akan selesaikan sekarang."
Arga hanya mengangguk dan kembali menatap laptopnya. Meski sikapnya tampak biasa, Alya merasakan bahwa Arga mulai menyadari ada sesuatu yang mengganggunya. Namun, ia terlalu takut untuk mengungkapkannya, apalagi jika itu menyangkut perasaan yang mulai tumbuh terhadap Arga.
Setelah beberapa jam bekerja dalam keheningan, akhirnya Alya menyerahkan hasil risetnya kepada Arga. "Ini bagian aku," katanya, berusaha terdengar profesional.
Arga mengangguk sambil menerima flashdisk yang diberikan Alya, namun alih-alih langsung fokus pada pekerjaannya, ia menatap Alya sebentar. "Kamu kelihatan nggak seperti biasanya. Ada yang salah?"