Arga tersenyum, ekspresinya mulai lebih cerah. “Aku ingin kita terus bekerja sama, bukan hanya di proyek ini, tetapi juga dalam hidup kita. Aku ingin memberikan ruang untuk kita, tanpa harus merasa tertekan dengan masa lalu.”
Mendengar itu, Alya merasa beban di pundaknya berkurang. “Aku setuju. Mari kita jalani ini perlahan. Kita bisa belajar saling memahami satu sama lain tanpa terburu-buru.”
Malam itu, mereka berbicara dengan terbuka, mengungkapkan harapan dan ketakutan masing-masing. Alya merasa ada kelegaan dan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam kebersamaan itu, mereka berdua sepakat untuk berkomitmen pada hubungan yang lebih mendalam tanpa mengabaikan ruang untuk pertumbuhan masing-masing.
Setelah berbincang-bincang, mereka berdua memutuskan untuk menonton film. Alya memilih film romansa yang ringan, ingin menciptakan suasana yang lebih santai setelah percakapan emosional. Mereka tertawa dan bersenang-senang, menikmati momen kebersamaan yang semakin akrab.
Namun, di tengah-tengah film, Alya merasa keberanian yang baru ditemukan mulai memudar sedikit. Ia melihat Arga begitu menikmati film, tetapi pikiran tentang Mira masih melintas di benaknya. “Arga,” ia memulai dengan suara lembut, “apa yang terjadi jika Mira datang kembali ke hidupmu?”
Arga menatap Alya, raut wajahnya serius. “Aku akan jujur padanya. Aku sudah berpindah ke kehidupan yang baru dan aku tidak ingin kembali ke masa lalu. Aku ingin kamu tahu bahwa kamu adalah orang yang kuinginkan saat ini.”
Kata-kata itu membuat Alya merasakan kehangatan di dalam hatinya. “Terima kasih, Ga. Itu sangat berarti bagiku. Aku tidak ingin menjadi penghalang, dan aku menghargai kejujuranmu.”
Setelah film berakhir, mereka berdua duduk diam sejenak, menikmati keheningan yang penuh makna. Alya merasa lebih dekat dengan Arga daripada sebelumnya, dan ia tahu bahwa hubungan mereka baru saja memasuki fase baru yang lebih dalam.
Ketika Arga bangkit untuk pulang, Alya merasa ada kerinduan yang menggelora. “Ga, terima kasih untuk malam ini. Aku sangat senang kita bisa berbicara,” katanya dengan tulus.
Arga tersenyum, menatapnya dengan lembut. “Aku juga, Alya. Ini adalah langkah pertama yang penting bagi kita. Aku tidak sabar untuk melihat ke mana hubungan ini akan membawa kita.”
Saat Arga pergi, Alya menutup pintu dan bersandar di dinding, merasakan rasa bahagia yang meluap-luap dalam dirinya. Mungkin ini adalah titik balik yang mereka butuhkan. Dia tahu masih ada perjalanan panjang di depan mereka, tetapi malam ini memberi harapan baru yang cerah.