Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Love in an Annoyed Look (Part 1)

14 Oktober 2024   21:46 Diperbarui: 14 Oktober 2024   21:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arga mengangguk perlahan, tapi senyumnya tetap samar. "Tapi aku nggak yakin apa yang harus kita lakukan dengan perasaan ini. Kita punya banyak hal yang perlu diselesaikan, dan... aku nggak ingin membuat segalanya lebih rumit."

Alya merasa lega sekaligus bingung. Perasaan mereka ternyata sama, namun tidak ada kepastian apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Mereka berada di ambang sesuatu yang lebih besar, namun juga menghadapi ketidakpastian yang besar.

Dan untuk saat ini, Alya hanya bisa menunggu, berharap bahwa apa pun yang akan terjadi, mereka berdua bisa menghadapinya bersama.

Bab 5: Antara Harapan dan Ketakutan

Sejak percakapan itu, hubungan Alya dan Arga terasa berubah, tapi perubahan itu terasa halus—hampir tak terucap. Mereka masih bekerja bersama di proyek mereka, tetapi ada semacam keheningan berbeda di antara mereka. Bukan lagi keheningan canggung seperti sebelumnya, melainkan sebuah jeda di mana keduanya seolah mencoba mencari tahu langkah apa yang harus diambil selanjutnya.

Pagi itu, Alya duduk di depan laptopnya di perpustakaan kampus, menunggu Arga datang seperti biasa. Ia masih bisa merasakan detak jantungnya lebih cepat setiap kali mengingat pembicaraan mereka beberapa hari yang lalu. Perasaan itu kini tidak lagi bisa dia abaikan, tapi di saat yang sama, ia juga tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Haruskah ia menunggu Arga untuk mengambil langkah pertama? Atau apakah ia harus berani maju dan jujur tentang perasaannya?

Saat Arga datang dan duduk di hadapannya, Alya berusaha menjaga sikap santainya. Mereka bertukar sapa singkat sebelum mulai kembali fokus pada tugas yang harus diselesaikan. Namun, kali ini, Alya merasa perasaannya semakin sulit disembunyikan. Setiap kali Arga menatapnya, ada detak yang tak terkontrol di hatinya, dan setiap kali mereka berbicara, Alya merasakan dirinya terlalu sadar akan setiap kata yang keluar.

Di tengah-tengah kesibukan itu, Alya merasa kesulitan untuk berkonsentrasi. Pikirannya terus kembali pada percakapan mereka sebelumnya, pada perasaan yang tak terucapkan. Dan ketika akhirnya ia memutuskan untuk berbicara, kata-katanya keluar lebih cepat dari yang ia rencanakan.

"Arga," panggilnya, membuat Arga mengangkat pandangannya dari laptop.

"Iya?" Arga menjawab, suaranya tenang seperti biasa.

Alya merasa tenggorokannya mengering seketika. Namun, kali ini ia tahu ia tidak bisa mengabaikan perasaannya lagi. "Tentang... pembicaraan kita kemarin. Kamu bilang kamu juga merasakan sesuatu yang berubah, tapi aku ingin tahu—apa kamu... apa kamu pikir kita harus melakukan sesuatu soal itu?"

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun