Alya mengangguk. “Mungkin kita bisa membuat rencana untuk menghadapi masa lalu itu bersama-sama. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya kamu rasakan dan bagaimana kita bisa melaluinya.”
Arga tersenyum, tampak lega dengan pembicaraan ini. “Baiklah. Mungkin kita bisa melakukan sesuatu yang spesial. Aku bisa mengajakmu ke tempat yang penuh kenangan, tempat di mana aku dan Mira biasa pergi.”
Alya sedikit terkejut. “Tempat itu? Apakah kamu yakin?”
“Ya, aku merasa itu adalah langkah penting. Kita perlu menutup halaman ini agar bisa membuka halaman baru dalam hidup kita,” jawab Arga dengan keyakinan.
Alya merasa hatinya bergetar. “Baiklah. Aku akan ikut. Tapi, kita harus berkomitmen untuk tidak saling menyakiti. Kita harus saling mendukung.”
“Mari kita jujur satu sama lain, tidak ada yang disembunyikan,” kata Arga, matanya bersinar dengan harapan.
Setelah pertemuan itu, mereka berdua merencanakan perjalanan ke tempat kenangan Arga dan Mira. Alya merasa sedikit gugup, tetapi ia tahu bahwa ini adalah langkah penting untuk mengatasi ketakutannya.
Hari yang ditentukan pun tiba. Alya dan Arga berangkat ke tempat itu, sebuah kafe kecil di pinggir pantai. Saat mereka tiba, Alya merasakan hawa nostalgia yang menyelimuti suasana. Debur ombak dan angin sepoi-sepoi menciptakan suasana yang tenang.
“Aku dan Mira sering datang ke sini. Kami biasa duduk di sudut itu,” Arga menunjuk ke arah meja di dekat jendela, tempat mereka bisa melihat laut.
Alya menelan ludahnya, merasakan ketegangan di udara. “Bagaimana perasaanmu ketika datang ke sini?” tanya Alya, mencoba untuk bersikap terbuka.
Arga menarik napas dalam-dalam. “Awalnya, aku merasa berat. Kenangan tentang Mira muncul kembali, tetapi aku ingin menghadapinya. Kami memiliki banyak kenangan indah, tetapi itu sudah berlalu. Aku di sini untuk bersamamu sekarang.”