Mohon tunggu...
Azkiyatun Danifatussunah
Azkiyatun Danifatussunah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

You Can Get Used To It !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel "Laskar Pelangi"

29 Desember 2020   08:22 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:41 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan yang lalu seluruh kampung heboh karena Flo hilang. Anak bengal penduduk Gedong itu memisahkan diri dari rombongan teman-teman sekelasnya ketika hiking di Gunung Selumar. Polisi, tim SAR, anjing pelacak, anjing kampung, kelompok pencinta alam, para pendaki profesional dan amatir, para penduduk yang berpengalaman tak melakukan apa-apa, dan ratusan orang kampung tumpah ruah mencarinya di tengah hutan lebat ribuan hektare yang melingkupi lereng gunung itu. Kami sekelas termasuk di dalamnya.

Sampai senja Flo masih belum ditemukan. Bapak, Ibu, dan saudara-saudaranya berulang kali pingsan. Guru-guru dan teman-teman sekelasnya menangis cemas. Segenap daya upaya dikerahkan tapi belum ada tanda-tanda dimana ia berada. Menjelang sore sebuah lampu sorot besar yang biasa dipakai di kapaI keruk dibawa ke lereng gunung untuk memudahkan tim penyelamat. Hari beranjak gelap dan keadaan semakin mengkhawatirkan. Kabut tebal yang menyelimuti gunung sangat menulitkan usaha pencarian. Wajah setiap orang mulai kelihatan cemas dan putus asa.

Sudah delapan jam berlalu tapi Flo masih tak diketahui keberadaannya di tengah hutan rimba gunung itu. Orang tua Flo dan para pencari mulai panik. Malam pun turun. Kami merasa kasihan pada Flo. Kini ia seorang diri dalam gelap gulita rimba.

Di tengah kepanikan ada kabar bahwa ada seorang sakti mandraguna yang mampu menerawang, tapi beliau tinggal jauh di sebuah Pulau Lanun yang terpencil. Ialah seorang dukun yang telah menjadi legenda, Tuk Bayan Tula. Tokoh ini dianggap raja ilmu gaib dan orang paling sakti di atas yang tersakti, biang semua keganjilan, muara semua ilmu aneh.

Keadaan panik yang menyebabkan orang-orang sudah tidak lagi mengandalkan akal sehat sehingga berunding untuk minta bantuan Tuk Bayan Tual. Kekalutan memuncak karena saat itu sudah tengah malam dan Flo tak juga diketahui nasibnya. Maka diutuslah beberapa orang untuk menemui Tuk Bayan Tula. Utusan itu berangkat menggunakan speedboat milik PN Timah yang berkecepatan tinggi. Ketika matahari pagi mulai merekah, utusan tadi kembali. Namun utusan itu tak membawa kabar apa-apa kecuali sepucuk kertas dari Tuk Bayan Tula.

Cerita itu dikonfirmasikan oleh hampir seluruh anggota utusan, bahwa ketika Tuk Bayan Tula berdiri kira-kira lima meter di depan mereka, mereka melihat kaki-kaki datuk itu tak menyentuh bumi. Ia seperti kabut yang melayang.

Ketua utusan memperlihatkan gulungan kertas, semua orang merubungnya. Dengan gemetar sang ketua utusan membuka gulungan kertas itu dan di sana tertulis: jika ingin menemukan anak perempuan itu maka carilah dia di dekat gubuk ladang yang ditinggalkan, temukan segera atau dia akan tenggelam di bawah akar bakau.

Aku terbaring kelelahan memandangi keseluruhan Gunung Selumar yang biru, agung, dan samar-samar. Kami bangkit, membereskan perlengkapan, dan mempersiapkan diri untuk pulang. Sebelum kami melangkah pergi Syahdan yang mengalungkan teropong kecil di lehernya, ia meneropongi tepian Sungai Buta. Saat kami ingin menuruni batu cadas itu tiba-tiba Syahdan berteriak.Kami membalikkan badan terkejut dan Mahar sertamerta merampas teropong Syahdan. Ia berlari ke bibir cadas dan meneropong ke bawah dengan saksama.

Maka turunlah kami semua walaupun kami tahu tak kan menemukan Flo di pinggir Sungai Buta. Kira-kira satu jam kemudian, tepat tengah hari, kami telah berada di lembah Sungai Buta. Untuk pertama kalinya aku ke sana dan rasa angkernya memang tidak dibesar-besarkan orang. Kenyataannya malah terasa lebih ngeri dari bayanganku sebelumnya.

Kami tak percaya dengan penglihatan kami dan terkaget-kaget hebat karena persis di atas kami, di sela-sela dedaunan yang sangat rimbun, bertengger santai seekor kera putih yang tampak riang gembira menunggangi sebatang dahan seperti anak kecil kegirangan main kuda-kudaan, wajahnya seperti baru saja bangun tidur dan belum sempat cuci muka. Ia tertawa terbahak-bahak sampai keluar air matanya melihat wajah kami yang terbengong-bengong pucat pasi. Flo yang berandal telah ditemukan.

Bab 25

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun