Mohon tunggu...
Azkiyatun Danifatussunah
Azkiyatun Danifatussunah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

You Can Get Used To It !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel "Laskar Pelangi"

29 Desember 2020   08:22 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:41 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena hanya padamu, aku akan merasa rindu ....

A Ling

Aku terpaku memandangi kertas itu. Tanganku gemetar. Aku membaca puisi itu dengan menaggung firasat sepi tak tertahankan yang diam-diam menyelinap. Aku bahagia tapi dilanda kesedihan yang gelap, ada rasa kehilangan yang mengharu biru. Tak lama kemudian aku melihat pagar-pagar sekolahku perlahan-lahan berubah menjadi laki-laki manusia yang rapat berselang-seling. 

Ada seseorang duduk bersimpuh di tengah lapangan dikelilingi kaki-kaki itu. Dan ada bangkai seekor buaya terbujur kaku di sampingnya. Ia tampak samar-samar dan terlihat sangat putus asa. Lalu wajah samar laki-laki itu tampak mendekat, ia menoleh ke arahku, air mata mengalir di pipinya yang carut marut berbintik-bintik hitam. Hari itu aku paham bahwa kepedihan Bodenga yang kusaksikan bertahun-tahun lampau di lapangan, basket sekolah nasional telah melekat dalam benakku sebagai sebuah trauma, dan hari itu, setelah sekian tahun berlalu, untuk pertama kalinya Bodenga mengunjungiku.

Hal 285-286

Malam minggu ini kami menginap di Masjid Al-Hikmah karena setelah shalat subuh nanti kami punya acara seru, yaitu naik gunung.

Gunung Selumar tidak terlalu tinggi tapi puncaknya merupakan tempat tertinggi di Belitong Timur. Jika memasuki kampung kami dari arah utara maka harus melewati bahu kiri gunung ini. Dari kejauhan, gunung ini tampak seperti perahu yang terbalik, kukuh, biru, dan samar-samar. Di sepanjang tanjakan dan turunan menyusuri bahu kiri Gunung Selumar berderet-deret rumah-rumah penduduk Selinsing dan Selumar. Mereka memagari pekarangannya dengan bambu tali yang ditanam rapat-rapat dan dipangkas rendah-rendah. Kampung kembar ini dipisahkan oleh sebuah lembah yang digenangi air yang tenang. Danau Merantik, demikian namanya.

Jika mengendarai sepeda maka stamina tubuh akan diuji oleh sebuah tanjakan pendek namun curam menjelang Desa Selinsing. Pemuda-pemuda Melayu yang berusaha membuat kekasihnya terkesan tak kan membiarkannya turun dari sepeda. Mereka nekat mengayuh sampai ke puncak, mengerahkan segenap tenaga, tertatih-tatih sehigga sepeda tak lurus lagi jalannya. Setelah tanjakan Selinsing ini ditaklukkan maka sepeda akan menukik turun. Sang pemuda akan tersenyum puas, meminta kekasihnya memeluk pinggangnya erat-erat dan meyakinkannya bahwa ia kurang lebih tidak akan terlalu memalukan nanti kalau dijadikan suami.

Pada tukikan ini sepeda akan meluncur turun dengan deras, menikung sedikit, sebanyak dua kali, menelusuri Danau Merantik, lalu disambut lagi oleh tanjakan kampung Selumar. Kekasih mana pun akan maklum kalau minta turun, karena tanjakan Selumar meskipun tak securam tanjakan Selinsing namun jarak tanjaknya sangat panjang.

Baru seperampat saja menempuh tanjakan Selumar maka sepeda yang dituntun akan terasa berat. Pagar tali yang yang dibentuk laksana anak-anak tangga tampak berbayang-bayang karena mata berkunang-kunang akibat kelelahan. Semakin ke puncak langkah semakin berat seperti dibebani batu. Keringat bercucuran mengalir deras melalui celah-celah leher baju, daun telinga, dan mata, sampai membasahi celana. Tapi saat mencapai puncaknya, yaitu puncak bahu kiri Gunung Selumar, semua kelelahan itu akan terbayar. Di hadapan mata terhampar luas Belitong Timur yang indah, dibatasi pesisir pantai yang panjang membiru, dinaungi awan-awan putih yang mengapung rendah, dan barisan rapi pohon-pohon cemara angin.

Dari puncak bahu ini tampak rumah-rumah penduduk terurai-urai mengikuti pola anak-anak Sungai Langkang yang berkelak-kelok seperti ular. Kelompok rumah ini tak lagi dipagari oleh bambu tali namun berselang-seling diantara padang ilalang liar tak bertuan. Semakin jauh, jalur pemukiman penduduk semakin menyebar membentuk dua arah.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun