Mohon tunggu...
Azkiyatun Danifatussunah
Azkiyatun Danifatussunah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

You Can Get Used To It !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel "Laskar Pelangi"

29 Desember 2020   08:22 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:41 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu giliran aku dan Syahdan berangkat ke toko bobrok itu. Kami naik sepeda laki punya Pak Harfan dan membuat perjanjian, bahwa saat berangkat ia akan memboncengku. Ia akan mengayuh sepeda setengah jalan sampai ke sebuah kuburan Tionghoa. Lalu aku akan menggantikannya mengayuh sampai ke pasar. Pulangnya pun berlaku aturan yang sama. Tugas membeli kapur adalah pekerjaan yang jauh lebih horor. Toko Sinar Harapan, pemasok kapur satu-satunya di Belitong Timur, amat jauh letaknya. Sesampainya di sebuah toko yang sesak di kawasan kumuh pasar ikan yang becek. Setelah menunggu sekian lama, A Miauw akan berteriak nyaring memerintahkan seseorang mengambil sekotak kapur.

Aku berjalan cepat melintasi karung-karung bawang putih tengik sambil menutup hidung. Bersamaan dengan teriakan anak itu suara puluhan batangan kapur jatuh di atas lantai ubin. Kupunguti kapur-kapur itu. Ketika aku sampai pada kapur-kapur yang berserakan persis di bawah tirai, karena amat cepat, tanpa disangka sama sekali, si nona itu tiba-tiba membuka tirai dan tindakan cerobohnya itu membuat kami yang sama-sama terperanjat hampir bersentuhan. Saat itu aku merasa jarum detik seluruh jam yang ada di dunia ini berhenti berdetak. Kami berdua masih terpaku tanpa mampu berkata apa pun, lidahku terasa kelu, mulutku terkunci rapat.

Kejadian itu membuat pipinya yang putih bersih tiba-tiba memerah dan matanya yang sipit bening seperti ingin menghamburkan air mata. Ia bangkit dengan cepat dan membanting pintu tanpa ampun. Aku tak peduli lagi dengan kotak kapur yang isinya tinggal setengah.ketika mempersiapkan sepeda untuk pulang, aku mencuri pandang ke dalam toko. Dalam perjalanan pulang aku dengan sengaja melanggar perjanjian. Karena aku sedang bersukacita.

Seusai pelajaran aku dan Syahdan dipanggil Bu Mus untuk mempertanggungjawabkan kapur yang kurang. Aku diam mematung, tak mau berdusta, tak mau menjawab apa pun yang ditanyakan, dantak mau membantah apa pun yang dituduhkan. Hukumannya adalah harus mengambil ember yang dijatuhkan Trapani di sumur horor.

Bab 18

Moran

Pak Harfan yang berjiwa demokratis, mengadakan rapat terbuka dibawah pohon filicium. Beliau diserang bertubi-tubi oleh para guru yang tak setuju ikut karnaval, tapi beliau dan Bu Mus berpendirian sebaliknya. Suasana memanas. Pak Harfan telah membakar semangat kami sehingga kami siap tempur. Kami sangat mendukung keputusan Pak Harfan dan sangat senang karena akan digarap oleh Mahar.

Lalu pada Sabtu pagi yang cerah ia datang ke sekolah dengan bersiul-siul kami paham ia telah mendapat pencerahan. Semua diam siap mendengarkan. Ia sengaja mengukur waktu, kami sudah sangat penasaran, ia menatap kami satu per satu. Para guru mengangguk-angguk salut dengan ide Mahar. Mereka salut karena selain akan menampilkan sesuatu yang berbeda, menampilkan suku terasing di Afrika adalah ide yang cerdas.

Setelah itu, setiao sore, di bawah pohon filicium, kami bekerja keras berhari-hari melatih tarian aneh dari negeri yang jauh. Sesuai dengan arahan Mahar tarian itu harus dilakukan dengan gerakan cepat penuh tenaga. Sedangkan para Moran dilatih lebih khusus sebab menyangkut keterampilan memainkan properti-properti seperti tombak, cambuk, dan parang.

Hari H semakin dekat. Seluruh sekolah sibuk dengan berbagai latihan. Marching Band sekolah PN ssepanjang sore melakukan geladi sepanjang jalan kampung. Baru latihan saja penontonnya sudah membludak. Meneror semangat peserta lain. Tapi kami tak gentar. Situasi moril kami sedang tinggi. Melihat kepemimpinan, kepiawaian, dan gaya Mahar kepercayaan diri kami meletup-letup.

Bab 19

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun