Mohon tunggu...
Azkiyatun Danifatussunah
Azkiyatun Danifatussunah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

You Can Get Used To It !!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel "Laskar Pelangi"

29 Desember 2020   08:22 Diperbarui: 29 Desember 2020   08:41 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal 307-308

nampar-namparkan daun-daun itu ke sekujur tubuhku tanpa ampun sambil komat-kamit.

Bukan hanya itu, sementara Mahar mengibas-ngibaskan daun-daun beluntas dengan beringas, A Kiong serta merta menyembur-nyemburkan air ke seluruh tubuhku termasuk wajah melalui alat penyemprot bunga, sehingga yang terjadi adalah sebuah kekacauan. Aku jadi berantakan dan basah seperti kucing kehujanan, namun aku tak berkutik karena mereka sangat kompak, cepat, terencana, dn sistematis.

Tak lama kemudian mereka berhenti. Mahar menarik napas lega dan A Kiong dengan wajah bloonnya ikut-ikutan bernapas lega sok tahu. Sebuah sikap gabungan antara kebodohan dan fanatisme. Aku dan Syahdan hanya melongo, terpana, pasrah total.

"Tiga anak jin tersinggung karena kau kencing sembarangan di kerajaan mereka dekat sumur sekolah ...," Mahar menjelaskan dengan gaya seolah-olah kalau dia tidak segera datang nyawaku tak tertolong. Tak ada rasa bersalah dan niat menipu tecermin dari wajahnya. Mahar dan A Kiong tampil penuh kordinasi dengan ketenangan mutlak tanpa dosa. Mereka tak sedikit pun atas keyakinannya pada metode penyembuhan dukun yang konyol tak tanggung-tanggung.

"Merekalah yang membuatmu demam panas," sambungnya lagi sambil memasukkan alat-alat kedokterannya tadi ke dalam koper, lalu dengan elegan menyerahkan koper itu A Kiong. A Kiong menyambut tas itu seperti anggota Paskibraka menerima bendera pusaka.

"Tapi jangan cemas, Kawan, barusan mereka sudah kuusir, besok sudah bisa masuk sekolah!" Lalu tanpa basa-basi, tanpa pamit, mereka berdua langsung pulang. Hanya itu saja kata-katanya. Bahkan A Kiong tak mengucapkan sepatah kata pun. Aku terengah-engah. Syahdan menutup wajahnya dengan tangannya.

Mahar memang sudah edan. Ia semakin tak peduli dengan buku-buku dan pelajaran sekolah. Nilai-nilai ulangannya merosot tajam, bisa-bisa ia tidak lulus ujian nanti. Sebenarnya ia murid yang pandai, belum lagi menghitung bakat seninya, tapi nafsu ingin tahu yang terkekang terhadap dunia gaib membuatnya lebih senag memperdalam hal-hal yang subtil. Belakangn ini keanehannya semakin menjadi-jadi, dan semua itu gara-gar anak Gedong yang tomboi itu Flo atau mungkin gara-gara seorang dukun siluman bernama Tuk Bayan Tula.

Sebulan yang lalu seluruh kampung heboh karena Flo hilang. Anak bengal penduduk Gedong itu memisahakn diri rombongan teman-teman sekelasnya ketikahiking di Gunung Selumar. Polisi, tim SAR, anjing pelacak, anjing kampung, kelompok pencinta alam, para pendaki profesional dan amatir, para penduduk yang berpengalaman di hutan, para pengangguran yang bosan

Hal 394

"Ananda tak kan menemukan gua itu, karena gua itu adalah gua siluman. Gua itu hanya akan menampakkan diri di malam hari yang paling gelap, itu pun hanya bisa dilihat oleh orang-orang gunung terpilih yang tak kita kenal." Orang-orang gunung adalah cerita konon yang lain. Kami menyebutnya orang Tungkup. Mereka tinggal di gunung dan juga tak pernah dilihat orang kampung.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun