"Bu, sepertinya Dewi harus kita bawa ke rumah sakit jiwa Bu, Dewi sudah sepatutnya mendapatkan perawatan serius!"
Aku berkata dengan sangat hati-hati kepada Ibu, karna aku tahu Ibu akan menjawab tidak, sementara dikamar Dewi, aku masih mendengar suara Dewi berteriak memanggil nama Fahri.
"Tapi Wit, Dewi tidak gila, dia hanya mengalami trauma, belum bisa mengikhlaskan kepergian Fahri!"
Seperti dugaanku, Ibu akan mengatakan hal yang sama setiap kali aku meminta agar Dewi dibawa ke rumah sakit jiwa.
"Tapi Bu, kalau kita tidak segera membawa Dewi ke dokter kejiwaan, Wita kawatir lama kelamaan Dewi akan melukai dirinya sendiri!"
Baru saja aku berkata seperti itu ke Ibu, tiba-tiba dari arah kamar Dewi terdengar suara pecahan kaca.
"Praaanggg..."
Aku dan Ibu saling menatap, lalu aku berlari ke arah kamar Dewi, mendobrak pintu kamar yang di kunci dari dalam oleh Dewi, sekuat tenaga aku terus mendobrak pintu tapi sepertinya sia-sia, Ibu menangis panik
"Wi, buka pintunya Nak, buka pintunya!"
Aku terus berusaha mendobrak pintu kamar, tapi apa daya tenagaku sudah habis terlebih dahulu
"Biar saya bantu Bu!"