Dewi menghampiriku, mendongakkan kepalaku yang memang aku tundukan sedari duduk di kursi makan.
"Enggak kok, Mbak Wit tadi.. "
Aku bingung harus bilang apa ke Dewi.
"Mbak Wita kalau sudah seperti itu, hanya kangen sama almarhum Bapak Wi, Ibu sudah hafal betul!"
Tiba-tiba ibu berkata dengan sangat lembut, sepertinya Ibu tahu apa yang sedang aku hadapi terhadap perasaanku sendiri.
"Bener Mbak Wit kangen sama Bapak?"
Dewi terus menatapku, berdiri di sebelahku, tatapannya seakan penuh tanya.
"Iya bener, belum lama ini Mbak Wit, ngimpiin Bapak, terus jadi kangen aja!"
Lagi dan lagi aku berbohong pada Dewi, Dewi tersenyum dan kembali duduk di kursi meja makan tepat di depanku.
"Gimana kalau sebelum nonton, kita ziarah dulu ke makam Bapak? Dewi juga kangen sama Bapak!"
Suasana siang itu di meja makan hening sesaat, aku melihat ke arah Ibu yang duduk tepat di sebelahku, Ibu menundukkan wajahnya, aku melihat Dewi yang makan dengan sangat lahapnya, Dewi terlihat semakin cantik, senyumnya terus mengembang, raut wajahnya terpancar kebahagiaan, semenjak Dewi berfikir Fikri adalah Fahri, Dewi Jatuh cinta pada Fikri, dan aku bisa merasakan.