"Wi, Mbak sama Ibu makan duluan ya, kamu juga makan bareng yuk!"
Aku berteriak ke Dewi, selesai masak Dewi langsung masuk kamar.
"Makan saja duluan Mbak, Dewi tunggu Fahri saja, sebentar lagi Fahri datang!"
Aku dan Ibu saling terdiam, kemudian saling menatap, aku genggam tangan Ibu.
"Biarkan saja Bu, sekarang kita makan ya Bu!"
Aku melihat ibu seperti enggan memasukan suapan nasi kedalam mulutnya. Tidak berapa lama, air mata Ibu menetes, sepertinya Ibu sudah kehilangan selera makan.
"Bu sudah jangan nangis , Ibu harus makan, jaga kesehatan Ibu, nanti kalau Ibu sakit, apa Ibu tega sama Wita? Wita harus kerja juga, harus ngurus Dewi juga, ngurus Ibu juga? Terus yang ngurus Wita siapa?
Aku tersenyum kearah Ibu, mencoba menguatkan Ibu, meski hati aku sendiri menjerit, aku harus kuat di depan Ibu, aku tidak boleh terlihat sedih, cukup Ibu bersedih dengan kondisi Dewi saat ini.
"Iya Wit, akhir-akhir ini Ibu sepertinya tidak berselera makan, badan Ibu juga gak enak!"
Ibu mengambil gelas berisi teh panas, sebelum makan aku membuatkan teh tawar panas untuk Ibu.
"Tapi Ibu harus tetap paksakan, sedikit saja. Nanti habis makan Wita pijitin Ibu, minum obat terus Ibu istirahat tidur siang!"