Sita kembali sendiri ke Jakarta, selama perjalanan di kereta tak henti matanya sembap. Ini aneh untuk seorang Sita, cewek yang selama ini dikenal sebagai cewek yang selalu ceria juga pemberani.
Itulah cinta, sekokoh apapun dirimu, cinta bisa membuatmu kelu tak bertenaga.
Setiba di Gambir, Sita meraih hp dan mencari satu nama, Reikhi, call. Sepuluh detik kemudian, “Reik, elo di mana, pengen curhat nih”
“Bukannya elo masih di Yogya ya?”
“Gue balik duluan. Elo di mana? Gue ke situ ya”
“Gue lagi mo nonton sama Raisya nih. Besok malam aja deh ya Sit. Eh studionya udah di buka nih, besok ya Sit, bye”. Reikhi mematikan telepon tanpa di minta.
Sita menatap hp nanar, kemudian tetes air mata jatuh membasahi layar tak bersalah itu. Buru-buru Sita menyeka air mata, berlari ke luar stasiun, menumpang ojek untuk pulang ke rumah.
Setia Itu Ada Di Sekitarmu
Ke-esokan harinya, Sita meluncur ke kost Reikhi.
“Raisya ke sini nggak malam ini Reik?”
“Nggak, malam ini dia nemenin nyokapnya belanja. Elo kenapa Sit, itu mata kok bengkak? Berantem sama preman ya di Yogya”, Reikhi tertawa nyinyir.