“Hi Raisya (malu-malu, sesekali menunduk), gue Reikhi. Maaf tadi nggak sengaja ngomongin elo”.
Muka Reikhi masih memerah.
Keduanya bersalaman erat, anehnya tidak satupun dari mereka bernisiatif melepas tangan duluan. Dua menit lalu menikmati keterkejutan dengan tertunduk malu, sekarang menikmati jabatan erat tangan tanpa ada yang berkenan untuk melepasnya.
“E aa aaa, betah bener salamannya, hahahaha”, canda Sita.
Kaget dengan celaan Sita, keduanya melepaskan salamannya.
Sita dan Dina serempak tertawa. Sita menyikut Reikhi, dan Dina menyikut Raisya.
“Sit, temenin gue yuk?”, ajak Dina sambil mengerjapkan mata ke Sita.
“Kemana?”, sedetik Sita bingung, kemudian paham maksud Dina. “Yuk, yuk”.
“Lho, kalian pada mo kemana?”, Raisya protes.
“Udee, tuh kan ada malaikat pencabut nyawa, ehh keliru, malaikat penjaga, elo aman dah ama dia. SI Raisya nggak elo apa-apain kan Reik?”, Sita nyengir.
“Masih siang bolong kok, jadi vampirnya nggak berani keluar rumah. Amann”, Reikhi mulai bisa tertawa lepas.