Mohon tunggu...
Padlah Riyadi. CA . ACPA
Padlah Riyadi. CA . ACPA Mohon Tunggu... Akuntan - Profesional Akuntan

Akuntan pendidik yang menjalankan tugas profesional akuntansi serta pajak dan penanggung jawab Kantor Jasa Akuntan Padlah Riyadi., CA

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Rekonstruksi Pengaturan Hukum Perusahaan di Indonesia Berkaitan dengan Tanggung JAwab Sosial Lingkungan Perusahaan di Bidang Pertambangan

11 Juni 2024   09:54 Diperbarui: 11 Juni 2024   09:55 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Bila dilihat penerapan CSR pada beberapa negara maju, seperti Inggris, Belanda, kanada, dan Amerika Serikat dimana CSR telah menjadi suatu penilaian hukum oleh otoritas pasar modal yang dituangkan dalam bentuk public report, di samping penilaian dari publik sendiri. Ternyata perusahaan yang melaksanakan CSR dalam aktivitas usahanya mendapatkan reward berupa keuntungan kompetitif (competive advantage), sehingga harga sahamnya menguat di bursa dibanding perusahaan yang telah berprilaku etis. Atas dasar argumentasi tersebut, sudah seyogianya CSR yang semula adalah tanggung jawab non-hukum (responsibility) diubah menjadi tanggung jawab hukum (liability).

 

Mengingat amanat konstitusi dan berdasarkan fakta empiris dari dampak pembangunan selama ini sebagaimana diakui pemerintah dalam RPJMN 2004-2009, maka sangat rasional sekali CSR diatur dalam sistem perundang-undangan di bidang hukum perusahaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan tujuan pembangunan perekonomian yang berlandaskan pada prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Atas pertimbangan itu, dirumuskanlah ketentuan CSR dalam UUPT sebagai bagian dari kewajiban perseroan di Indonesia. Kemudian dalam penjelasan UUPT ditegaskan bahwa ketentuan mengenai CSR ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

 

Sedangkan dari kajian teoritis, perubahan paradigma CSR dari voluntary manjadi mandatory sejalan dengan ungkapan Roberto Mangabeira Unger sebagaimana dikutip Eka Wenast yang menyatakan bahwa dalam masyarakat "paska-liberal", organisasi-organisasi swasta semakin diakui dan dipandang sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan, pada hal menurut doktrin tradisional kekuasaan dipandang sebagai hak prerogatif pemerintah. Kaum neo-liberal tidak menerapkan kritik atas pemerintah, tapi justru memusatkan diri pada kekuatan pemerintah itu sendiri. Dimana perusahaan memiliki tanggung jawab utama untuk menentukan dan menerapkan standar tanggung jawab sosial secara sistematis dan sejalan dengan usaha-usaha masyarakat, konsumen dan pemerintah".[26] Sehingga secara filosofis, teori tanggung jawab sosial yang bersifat radikal dan konservatif dari segi programnya, tetapi memiliki pandangan liberal terhadap hak-hak publik. Dan dalam masyarakat yang demokratis masyarakatlah yang memerintah, untuk itu perusahaan yang demokratis harus mendengarkan suara stakeholders (market place of ideas).  

 

Bila dikaitkan CSR dengan aktivitas perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa CSR lebih menekankan pada kepedulian perusahaan terhadap kepentingan stakeholders dalam arti luas dari pada sekedar kepentingan perusahaan belaka. Dengan demikian konsep tanggung jawab sosial lebih menekankan pada tanggung jawab perusahaan atas tindakan dan kegiatan usahanya yang berdampak pada orang-orang tertentu, masyarakat, dan lingkungan dimana  perusahaan tersebut melakukan aktivitas usahanya. Secara negatif hal ini bermakna bahwa perusahaan harus menjalankan aktivitas usahanya sedemikian rupa, sehingga tidak berdampak negatif pada pihak-pihak tertentu dalam masyarakat. Sedangkan secara positif hal ini mengandung makna bahwa perusahaan harus menjalankan kegiatannya sedemikian rupa, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang lebih baik dan sejahtera.

 

Begitu pula halnya bila merujuk pada konsep negara hukum modern, selain mengharuskan setiap tindakan negara/pemerintah berdasarkan hukum, negara/pemerintah juga diserahi peran, tugas dan tanggung jawab yang luas untuk mensejahterakan masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma CSR dari voluntary menjadi mandatory dalam pengelolaan kekayaan mineral dan batubara di Indonesia, sebagai amanat Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945 yang dituangkan dalam UU Minerba. Kebijakan ini tidak terlepas dari fungsi negara di bidang ekonomi sebagaimana diungkapkan oleh W. Friedman yaitu mencakup 4 (empat) hal yaitu : [27]

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun