“Pagi yang melelahkan adalah awal hari yang melelahkan,” Jawabku sambil terus menikmati sarapanku.
Mike mengembuskan nafas pelan dengan dramatis sambil diselingi oleh tatapan menyesal yang bagiku sangat menjijikan.
“Ok… Aku ngalah. Aku minta maaf atas kejadian semalam. Kita anggap saja itu tidak pernah terjadi, maka dari itu hari melelahkanmu akan tergantikan dengan hari yang menyenangkan, itupun jika kau punya, ” Ucapnya santai sambil terus terpaku sibuk dengan laptopnya.
Aku semakin jijik dengan pria ini. Ketenangannya atas amarahku dari perbuatan yang telah dilakukannya membuatku begitu ingin membunuhnya, dan seharusnya itu sudah lama kulakukan.
Namun, aku berusaha untuk tetap santai. Aku tidak boleh terlihat lemah. Kerapuhanku akan membuatnya semakin menang. Aku tidak menginginkan hal itu. Dia harus merasakan kehancuran 8 tahun yang kulalui.
“Ya… kau benar Mike, kita anggap saja semua yang terjadi semalam tidak pernah terjadi. Tidak ada tangisan, tidak ada pelukan, dan tidak ada pertengkaran. Tapi sayangnya hanya malam itu, Mike. Aku tidak akan melupakan malam-malam sebelumnya, malam ketika kamu merenggut hidupku,”
Mike melemparkan pandangannya padaku, tatapan teduhnya kembali meneduhiku.
“Terserah apa katamu Sher, aku melakukan itu karena aku yakin kalau aku benar,” Ujarnya sambil mematikan laptopnya dan beranjak pergi, membiarkanku terbakar diantara rasa benci dan ketidak mengertian akan dirinya.
Apa maunya orang ini?
***
Aku sudah mengalami 3 ledakan dalam hidupku. Pertama, ketika aku mengenal Mike. Kedua, ketika aku satu rumah dengan orang yang sangat kubenci itu. Ketiga, ketika aku dengan sangat terpaksa mengerjakan karya ilmiahku dengan Issabel.