Mohon tunggu...
yuliana pertiwi
yuliana pertiwi Mohon Tunggu... -

Seorang Pemimpi Yang sedang Berjuang, dan mudah-mudahan idak akan pernah lekang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terlintas Satu Kata

5 Oktober 2015   10:03 Diperbarui: 5 Oktober 2015   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            “Well, terima kasih Jordan, aku sangat menghargai tawaranmu. Tapi, kurasa aku hanya akan menjadi pengganggu dalam obrolan tak berguna kalian itu, dan perlu ku tegaskan aku tidak mempunyai seorang Ayah. Tidak lagi. Mike, tidak akan bisa menggantikan posisi Ayahku,” Jawabku sambil menatap sinis kearah Mike.

            Mike hanya menatap tenang atas perkataanku, sehingga membuat rasa benci itu kembali tersulut . Namun, aku tak bisa melakukan apa-apa selain membiarkan rasa benci itu membakarku. Kuharap rasa benciku ini juga akan bisa membakarnya. Tapi, apakah mungkin? Mengingat ketenangannya dalam merespon setiap amarahku, apakah aku bisa membalaskan sedikit dendam ku padanya?

***

Pria dengan gaya urakan itu kembali mendatangi Ibu. Ibu terlihat sangat bahagia melihat mata teduh dari pria itu. Rambutnya yang berwarna daun musim gugur terlihat begitu berkilau. Aku seperti mengenal pria itu, aku mencoba untuk mendekat… mendekat… Dan mendekat. Tapi, entah kenapa sosok pria itu dan Ibuku semakin jauh. Mereka terlihat sangat menikmati kebersamaan mereka, pria tersebut mengeluarkan setangkai bunga tulip kepada Ibuku. Aku seperti mengenal pria itu, tapi aku yakin itu bukan Ayah. Lalu tiba-tiba pria tersebut berbalik menatapku, menyeringai dengan tatapan yang memberikan isyarat bahwa dia telah menang.

Mike.

Pria itu adalah Mike.

 

Aku terbangun. Badanku basah oleh keringat atas mimpi aneh yang kualami tadi. Aku mencoba untuk menerka mimpiku itu. Kenapa Mike bisa bersama Ibu? Aku tahu Mike memang sudah mengenal Ibu, tapi mereka hanya berteman. Cuma itu! Selain itu, fakta yang kuketahui, bahwa Mike adalah benalu dalam hubungan Ayah dan Ibuku. Karena, semenjak itu Ayah dan Ibu memang sering bertengkar. Aku masih sangat mengingatnya.

Waktu sudah menunjukan pukul 2 dini hari. Tapi, aku masih tidak bisa tidur, dan aku tidak mau. Aku tidak mau mimpi itu terulang lagi. Aku masih mengingat dengan jelas bagaimana Mike menyeringai ketika menatapku. Aku semakin membenci pria ini. Dia tidak hanya hadir dalam dunia nyataku, tapi dia juga menjadi benalu dalam mimpi-mimpiku.

Aku beranjak kearah balkon dikamarku. Udara dingin menyejukan otak dan hatiku yang selalu panas. Aku tersenyum. Suasana ini membuatku rindu akan kampung halamanku. Aku menoleh kekamar Mike yang bersebelahan dengan kamarku. Lampu kamarnya menyala, menandakan dia belum tidur. Huh… siapa yang peduli.

Aku kembali menerawang kelangit. Melihat hamparan bintang yang seolah-olah ingin menemani kesendirianku. Aku teringat akan Ibuku yang selalu menemaniku disaat aku tidak bisa untuk tidur. Ibu selalu bilang, bahwasanya aku tidak perlu takut akan malam, karena bintang akan selalu menemani kesendirian disela tidurku. Aku akan selalu tersenyum riang mendengar penuturan Ibu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun