Jordan mengelus pelan pundakku. Saat ini dia menggantikan posisi Mike untuk melindungi dan menjagaku. Aku tersenyum kepada Jordan. Sejak kejadian itu, Jordan selalu menghiburku. Memberitahuku, kalau ini bukanlah salahku. Kamu hanyalah bagian dari kehidupan Mike yang telah membantunya untuk bertransisi dari kehidupan kelamnya dimasa dulu, jadi semua ini bukanlah salahmu. Itulah yang sering dikatakan Jordan kepadaku.
“Aku sering melihat Mike berdiri di balkon rumah kami ketika sore,”
Jordan tersenyum simpul menanggapi perkataanku, seolah dia sudah mengetahui semua tentang Mike.
“Ayahmu itu aneh! Jalan pikirannya tidak bisa ditebak, terkadang dia terlalu melankolis dalam memainkan perannya sebagai Ayahmu, terkadang dia juga bisa terlihat gila ketika melihat polahmu terhadapnya,”
Aku mengalihkan pandanganku ke Jordan, senyuman yang tadi megulas bibirku terlempar tak berdaya ke lantai dan digantikan dengan redup kesedihan yang menggelayutiku.
“Apa Mike masih menyayangiku?”
“Tentu”
“S-sampai akhir hayatnya?” Tanyaku dengan suara bergetar. Jordan mengelus pelan kepalaku.
Disaat seperti ini, aku jadi teringat Mike. Teringat akan hasrat Mike mengelus kepalaku, dan aku selalu mengelak.
“Sampai kapanpun, Sher! Rasa sayangnya itu hanya untuk kamu. Bahkan, dia lebih menyayangimu dari pada dirinya sendiri,”
Aku menunduk. Seandainya aku membaca pesan itu lebih awal dari eksekusinya. Pasti rasanya tidak akan sesakit ini. Pasti penyesalan itu tidak akan selebar ini. Setidaknya, dia bisa mendengar kata Ayah terucap dari mulutku.