Mohon tunggu...
yuliana pertiwi
yuliana pertiwi Mohon Tunggu... -

Seorang Pemimpi Yang sedang Berjuang, dan mudah-mudahan idak akan pernah lekang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terlintas Satu Kata

5 Oktober 2015   10:03 Diperbarui: 5 Oktober 2015   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mike seharusnya sudah lama dihukum. Selain membunuh Mr. Pullman yang notabenenya adalah guruku, dia juga membunuh Ayahku ketika aku berusia 8 tahun, ketika aku dan keluargaku berada di Virginia,” Jawabku dengan suara getir yang terdengar sangat menyakinkan.

Mike menunduk. Aku dapat melihat bagaimana sakit dan tertekannya dia. Aku sangat menikmati ini.

“Lalu, kenapa Anda hanya diam? Kenapa anda tidak melakukan laporan, padahal itu sudah terjadi 8 tahun yang lalu? Kenapa anda berani untuk memperkarakan ini sekarang setelah kematian Mr. Pullman?” Tanya Hakim itu untuk yang kedua kalinya.

“Hmm… itu, K-karena…” Aku tidak tahu harus berkata apa, selama ini aku hanya diliputi oleh rasa benci dan dendam. Aku harus memutar otak, aku harus melenyapkan Mike dari kehidupanku. Terlihat Mike menatapku lekat, tampaknya dia juga menunggu sebuah jawaban dariku.

Aku memejamkan mata, aku terpaksa melakukan ini. Demi Ayah dan Ibu.

“Karena Mike mengancamku, dia mengancam akan membunuhku. Dia selalu menyakitiku bahkan dia selalu melecehkanku. Aku takut! Aku hanya tidak mau dia menyakitiku!” Jawabku dengan suara getir dan dihiasi dengan isak tangis tertahan. Kuharap ini akan berhasil.

Mike menggeleng tidak percaya atas pengakuan palsu yang telah kubuat. Matanya menatapku seolah mengatakan kapan aku menyakitimu?melecehkanmu?mengancammu? aku hanya memiringkan senyum kepuasanku terhadap Mike.

“Berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian yang diberikan oleh saksi, maka ditetapkan Mr.Mike Noel dikenai hukuman mati,” Ucap Hakim yang diiringi ketok palu dan tepuk tangan riuh.

Aku menatap Mike dengan tatapan puas. Mike hanya menggeleng frustasi.

Tiba-tiba Jordan menghampiriku, dia menatapku dengan tatapan terluka yang diselingi dengan ketidak percayaan.

“Apa yang kau lakukan?” Tanyanya dengan suara getir. Sangat jelas bagaimana dia menyembunyikan kesedihan atas masalah yang menimpa sahabatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun