Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Catatan Harian Mei 1994

5 Februari 2022   03:20 Diperbarui: 5 Februari 2022   04:45 1201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada dasarnya, Yusrizal tidak sependapat dan terlalu ekstrim pada semua sisi dari sudut keislaman. Untuk memperjelas, aku mengajukan satu contoh: para pelacur di Kramat Tunggak yang masih tetap melaksanakan kewajibannya sebagai muslimah.

Yusrizal cenderung menyalahkan pelacur tersebut sebagai tidak beriman atau tidak teguh beriman. Aku justru berbeda melihatnya: masyarakat (terutama Islam) juga patut dipersalahkan, karena mereka hanya bisa menuding dan memandang hina, tanpa bisa memberikan suatu arahan, petunjuk, solusi atau bantuan.

"Pelacur itu juga manusia yang harus mempertahankan hidupnya dan keluarganya. Sedangkan jalan satu-satunya untuk mempertahankan hidup adalah dengan melacurkan diri," kataku.

Yusrizal tidak bisa menerima, walau aku sudah menjelaskan bahwa kalau kita bicara Islam secara konsepsi ataupun melihat nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya, maka pelacur itu patut dipersalahkan. Namun secara praktis, apakah konsepsi-konsepsi tersebut sudah dilaksanakan? Apakah masyarakat Islam yang tersirat dalam ajaran Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW benar-benar sudah terbentuk di Indonesia saat ini? Setahuku, belum.

Masyarakat Islam yang benar-benar konsisten melaksanakan Al Quran dan Sunnah Nabi cuma bertahan sampai Khalifah Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, muncul berbagai bentuk "masyarakat" Islam lainnya atau golongan dalam Islam, antara lain dengan munculnya 4 mazhab: Hanafi, Hambali, Syafii dan Maliki. Pengaruh globalisasi dan paham-paham Marxisme, Liberalisme, Sosialisme, dllnya, ternyata makin menjauhkan orang-orang Islam untuk hidup sebagaimana zaman ideal: para sahabat.

Yunadi justru memahami kedua argumen. Pada prinsipnya dia menilai bahwa "manusia itu dipenjara oleh dirinya sendiri." Hal ini berkaian dengan demokrasi dan kebebasan.

Aku juga bicara soal Freud, Rousseau dan Marx. Menurut Freud, peradaban pada dasarnya bermaksud untuk mengendalikan nafsu agresi dalam diri manusia. Freud melihat pertentangan antara manusia dengan sejarah (peradaban). "Manusia tidak mempunyai suatu orientasi yang positif terhadap masyarakat dan peradaban, pendidikan, pengaruh dan ideologi, pun tidak dapat mencairkan nafsu-nafsu agresif itu."

Marx dan Rousseau justru berpandangan lain. Baginya peradaban (misalnya yang kapitalis) mengacaukan kodrat manusia. "Kebahagiaan orang per orang dapat dijamin asal masyarakat disusun kembali. Masyarakatnya yang bertanggungjawab bagi segala penderitaan dan ketidakadilan yang terdapat di dunia."

Untuk menjembataninya, sebagai sintesa, dalam memahami suatu masalah individu, kita perlu melihat kondisi sosio-kultural masyarakat dan juga memahami individu tersebut sebagai pribadi (manusia).

Pukul 14.00 ketemu Bagus yang menanyakan soal SNAM dan Dewi. Bagi Bagus, lebih aman bergerak jika kita kenal pejabat-pejabat tinggi di pemerintahan, seperti kasus Fadli Zon (yang nelpon Zaky Makarim ketika dia hendak ditangkap dalam demonstrasi di DPA). Juga bicara soal buruh, birokrasi, SMUI, etc. Yuli, Firdaus, Hadi, dllnya, kadang-kadang ikut bergabung.

Ada kampanye pemilihan Ketua IKPD (Ikatan Kekeluargaan Program Diploma): Dandi dan Kinkin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun