Konsep seminar dan arahan diskusi yang belum jelas,antara lain fungsi Mbak Wardiningsih sebagai mediator dan fasilitator. Orientasi nilai yang terlalu transparan -- mengumumkan nilai mahasiswa dan kelompok setelah diskusi -- ternyata menimbulkan kritik dari Lilla (Wasillah).
Disiplin mahasiswa dan dosen.
Secara umum, aku mengacungkan jempol pada Mbak Wardiningsih. Ia telah mencoba sistem perkuliahan kearah yang lebih baik, misalnya, berbeda dengan kuliah mimbar. Â
Disamperin Firdaus dan Mangku soal calon anggota HMI Cabang Depok dan SKS. Firdaus hanya melihatku sebagai orang yang tepat mengelola SKS, dari Angkatan 91. Dia mendukungku, begitupun Agus W dan Pristianto (92).
Bicara soal-soal HMI, SMUI, SM FSUI dan masalah kemahasiswaan lainnya dengan Mangku ketika makan di warteg. Lalu sholat Jum'at.
Ketemu Subuh, minta duit Rp. 8.000 dan beli kaset Chrisye. Satu kesepakatan yang diinginkan Subuh dari Zul adalah "Komisi Hubungan Luar dikelola gue, elu dan Fadli."
Soalnya, Zul belum mengenal medan atau malah tidak mau mengenalnya. Ini diluar pembentukan Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) SMUI atau pressure group untuk SMUI (KSM). Bargaining ini harus bisa dibicarakan dan lolos, di tengah persepsi yang makin menyudutkan Zul.
Agung kemaren (Rabu) bilang tentang kesedihannya bahwa Islam telah jatuh di UI.
"Kalaupun Zul menang, Islam tetap kalah," katanya, mengutip ucapan Isa.
Nyatanya, pengunduran diri Kamal telah menimbulkan kegoncangan, bahkan perpecahan -- dalam taraf awal -- dalam tubuh anak-anak Rohis (kelompok Syuro, istilah Fadli). Dari Agung aku tahu bahwa dalam rapat-rapat Majelis Syuro tersebut, FS dan FISIP paling kritis. Sedang FMIPA, FT, FH dan lain-lainnya, hanya diam dan berpatokan pada Zul.
Aku ingat perdebatan dengan seorang akhwat FORMASI FS, sebelum kuliah Sejarah Amerika. Dia mempercayai kejujuran Kamal dan kemundurannya adalah diluar rencana. Begitupun majunya Kamal. Tidak ada koordinasi dalam tubuh "Majelis Syuro". Mereka bersatu, justru di saat Zul muncul sebagai calon satu-satunya.