BAGIAN 9
Kebahagiaan Alissa bertambah saat mengetahui ternyata mulai melihat dirinya. Bukan sebagai teman, bukan sebagai tetangga, bukan juga sebagai sahabatnya. Tetapi sebagai Alissa, Alissa yang selalu ada untuknya. Membantunya menutupi luka-luka yang selama ini Aiqal rasakan. Begitupun Alissa, ia merasa bahwa Aiqal selalu membantunya keluar dari masalah-masalah ini. Juga membantu menutupi luka-lukanya.
Namun, Alissa baru teringat akan satu hal. Apakah Aiqal melihat dirinya sebagai Alissa, atau mungkin Maura? Tidak ada yang tahu, kecuali Aiqal sendiri.
Alissa tersentak saat seseorang mengelus rambutnya. "Mama bangga sama kamu. Selamat ya, akhirnya kamu bisa mendapatkan beasiswa itu."
Alissa tersenyum. Ia teringat janjinya dengan Aiqal tempo hari. Aiqal sudah menepati janjinya, kini gilirannya. Siap, tidak siap. Ia sudah berjanji pada Aiqal.
"Ma, percaya nggak ... Kalau seseorang ruhnya bisa menempati raga orang lain?" ibunya mengatupkan kedua alisnya. "Nggak mungkinlah. Kalaupun ada, itu cuma cerita fiksi."
"Kalau kejadian ini terjadi sama Alissa, gimana?" Alissa memainkan jarinya. Ia takut dengan respon ibunya. "Maksud kamu?"
"Alissa mau bicara jujur sama Mama," wanita itu semakin tidak mengerti arah pembicaraan anaknya ini. "Apa sih? Jangan buat Mama penasaran."
"Alissa ... Aku Maura."
"Alissa ... Kamu kalau bicara yang jelas, Mama nggak ngerti maksud kamu."
Alissa menghela nafasnya. "Alissa akan jelaskan. Tapi Mama nggak boleh potong ucapan Alissa sebelum selesai," wanita itu mengangguk.