"Sini Kamu, cepat..!" geram Bapak.
Pintu rumah diketuk. Sang Anak bungsu atau Adik perempuan Malanggi muda satu-satunya yaitu Shinta, lantas segera membuka. Ibu, juga merasakan amarah yang berapi-api, oleh karena itu sudah jelas Ia takkan mencoba untuk melerai keadaan ini. Malahan, Ibu mendukung tindakan Bapak yang hendak menghukum Malanggi Anaknya ini.
Bapak, Ibu, dan Malanggi tiba didalam rumah. Suasana  rumah pun menjadi suasana yang begitu mencekam dan menakutkan. Shinta adiknya, sudah barang tentu tahu bahwa akan ada penghakiman bagi Kakaknya oleh Bapak dengan Ibu. Dan sebagai seorang Adik yang begitu sayang dengan sang kakak, Ia lantas tidak tega melihat hal ini. Sontak, Shinta pun berlari menuju belakang rumah untuk bersembunyi dan menyendiri.
Bapak mengambil pukulan, yang biasa Ia pakai untuk memukuli hewan kerbaunya ketika diperbantukan untuk membajak sawah yang terletak berada di belakang rumah.
Setelah pemukul yang bentuknya bagaikan cambuk itu berada dalam genggaman tangannya, dengan nada serta wajah geramnya, Bapak lalu bertanya. "Kamu selama ini fokus sekolah atau enggak?"
Malanggi muda yang dilanda ketakutan, kemudian menjawab secara terbata-bata. "A.. A.. Aku, selama ini fokus bersekolah kok Pak."
"Fokus kamu bilang?" Balas Bapak.
"Bapak sama Ibu sudah melihat nilai-nilai mata pelajaran di sekolahmu ya! Jangan bohong kamu. Nilai seluruh mata pelajaran di rapot, semuanya jelek! Dan lebih parah lagi, disitu tertera bahwa Kamu sering bolos!"
"Itu fitnah dari Bapak dan Ibu Guru Pak. Selama ini Aku selalu rajin bersekolah. Bukannya Bapak dengan Ibu selalu melihat Aku berangkat kan?" sahut Malanggi.
"Wahh,wahh." Bapak menanggapi pernyataan Kakek Malanggi muda seraya bertepuk tangan.
"Hebat kamu ya, sudah punya kemampuan bersandiwara. Menganggap penilaian dari Guru-guru di sekolah melakukan fitnah. Lalu menganggap Bapak dan Ibumu ini lalai?"