Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merajut Asa, Mimpimu...

6 Maret 2024   22:43 Diperbarui: 6 Maret 2024   23:06 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan lebih kejam lagi. Kala usia Kakek Malanggi adalah 19 tahun, atau dengan kata lain, tatkala usianya yang masih remaja, hari kelulusan terhadap siswa/siswi tingkat sekolah menengah atas pun tiba.

Sekolah tersebut merupakan salah satu Sekolah kuno peninggalan penjajahan Belanda atas Negeri kita dulu. Adapun sekolah SMA tempat Kakek Malanggi belajar ketika usia remaja, merupakan salah satu sekolah yang didirikan oleh Kaum Penjajah sebagai sikapnya yang dulu senantiasa dilayangkan kritik.

Kritik tersebut tidak lain dan tidak bukan, adalah dilakukan secara bertubi-tubi oleh salah seorang pemuda Belanda dalam kalangan mereka sendiri yang bernama "Van De-Venter."  Dan oleh karena seorang pemuda bernama Van De-Venter itulah di kemudian hari, sekolah-sekolah formalitas bagi Kaum Pribumi yakni bangsa Tanah Air kita tercinta ini, kemudian didirikan sebagai bentuk sikap "Etis" Kaum koloni Penjajah.

Sekolah tingkat Menengah Atas yang kakek Malanggi turut belajar didalamnya ini, akhirnya tibalah hari kelulusan bagi para siswa/siswinya yang telah belajar sampai dengan akhir semester. Ironisnya, semua teman-teman dapat lulus, kecuali Kakek Malanggi sendiri. Hanyalah Kakek Malanggi seorang yang tak lulus sekolah.

Semua Orang-Tua akan berpikir bahwa jikalau hal ini terjadi, itu disebabkan kebodohan, rasa malas, dan bisa juga karena sikap bolos sekolah oleh sang Anak didik sendiri yang tidak tekun untuk belajar. Tetapi ketidak-lulusan Kakek Malanggi dari sekolah kala mudanya dulu, sebenarnya bukanlah perihal kenakalan-kenalan itu. Namun, dalam pikir Bapak dan Ibu, rupa-rupanya justru memanglah demikian.

Setelah pagi hingga sore hari dalam hal ber-kegiatan acara kelulusan di sekolah; Bapak, Ibu, dan Malanggi muda pulang kerumah untuk beristirahat. Kendaraan transportasi berupa sepeda motor ataupun mobil, dahulu memang sudah ada. Akan tetapi, hanya kepada kelas kalangan masyarakat bangsawan sahajalah, keduanya dapat empunya.

Alat transportasi berupa "Kuda Delman" itulah justru dahulu kala, menjadi sarana-prasarana khalayak ramai bepergian kemana-mana. Dan dengan menggunakan delmanlah---Bapak, Ibu, beserta Malanggi muda dulu pulang kerumah. Jalan-jalan terlewati dalam kondisi yang dipenuhi kerikil, serta sekeliling desa yang dipenuhi hamparan luas sawah-sawah. Sayangnya, ketika penyerbuan agresi militer belanda I, desa itu pun punah dan bertahun-tahun kemudian menjelma menjadi hutan belantara itu.

Bila kita cermati, fenomena kehidupan yang ada di Desa pada masa lampau, memang dapat disimpulkan bahwa "Kebahagiaan Manusia, selalu bisa diraih walaupun itu hanya dengan kesederhanaan." Perjalanan dari sekolah menuju rumah, adalah setengah jam kurang lebih lamanya. Kurun waktu yang tidak singkat itu, disebabkan jarak tempuh yang lumayan lama pula yaitu 4,5 KM perjalanan dengan hanya memakai delman.

Memang apabila dipikirkan secara seksama, jarak waktu perjalanan yang beberapa kilo itu seharusnya tidaklah memakan waktu lama. Tetapi mengingat jalan-jalan pelosok bagaikan tidak terurus, mau tak mau, rasa suntuk dikarenakan lama perjalanan dari sekolah menuju rumah, haruslah rela dirasa. Tentu saja, memanglah harus sabar, sebab perhatian terkait Desa tidak mampu untuk ditindak-lanjut karena kondisi yang mencekam.

Ketiganya akhirnya tiba dirumah, dan seketika turun serta membayar perihal ongkos jasa delman, raut wajah Bapak dan Ibu kemudian berubah drastis menjadi bermuram durja. Dan itu adalah pasangan raut wajah yang mengisyaratkan amarah yang menggebu-gebu dan berapi-api. Pak kusir beserta kendaraan delmannya pun pergi, meninggalkan keluarga kecil tersebut.

Tak lama kemudian, Bapak meraih tangan kanan sang Anak, ialah Kakek Malanggi muda. Bapak meraih tangan Anaknya, dan bergegas diajak masuk kedalam rumah.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun