Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merajut Asa, Mimpimu...

6 Maret 2024   22:43 Diperbarui: 6 Maret 2024   23:06 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terimakasih banyak ya Mbak." Tutup Kakek Malang.

"Terimakasih Pak. Sama-sama."

Telepon pun diakhiri, terkait perbincangan keduanya. Kakek Malanggi mencoba bangun, selanjutnya kembali menuliskan surat yang nanti akan diberikannya kepada Sarjono dan Hartono, tatkala mereka tiba nanti. Surat yang hendak ditulisnya kali ini, bukanlah surat yang merupakan motivasi atau lain-lain. Melainkan, ini adalah surat terakhirnya.

Kondisi tubuh yang hampir seluruhnya dijangkit penyakit, sudah tidak mampu lagi dicoba untuk  dihilangkan. Semua itu memang merupakan fitrah alam kepada siapapun Manusia, kala lansia telah datang menghampiri. Terlebih lagi Ia yang tidak pernah sekalipun dibawa kerumah sakit. Sebab rumah sakit sangat-sangat terlampau jauh dari Desa, dan perkara ongkos juga tak mendukung.

Tidak ada yang abadi. Titik. Yang abadi, hanyalah suatu ilusi dan fantasi pikiran-pikiran Manusia. Ilusi dan fantasi itupun sesungguhnya juga tidaklah abadi, karena Ia melekat dalam pikiran manusia, sementara Manusia itu sendiri kelak akan mati. Walaupun tak pernah ada Makhluk hidup atau benda apapun yang abadi diatas Dunia ini, setidaknya cinta suci dan cinta sejati Makhluk hidup yang memiliki rasa dalam lubuk jiwanya, sampai kapanpun tidak akan pernah berlalu pada Alam kehidupan.

Cinta suci takkan berlalu manakala Ia tulus menghiasi kehidupan itu sendiri. Mentari dan rembulan, adalah salah satu contoh yang tak pernah henti menyiratkan daripada ketulusan akan cinta tersebut. 

Dua minggu sudah kemudian, waktu berjalan merangkai mimpi dan hari-hari. Kakek Malanggi yang sering sakit-sakitan itu, sudah tak sanggup beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Sedangkan sebelum-sebelumnya, Ia masih bisa aktifitas walau hanya dengan tenaga yang minim dan perlahan-lahan. Tetapi sekarang, rutinitas itu adalah mustahil dapat dilakukan, karena kesehatan cenderung menurun. Kakek Malanggi sudah tak bisa berpikir lagi untuk mengetahui, bagaimana perkembangan hasil daripada penjualan naskah tulisannya. Ia memang tak lagi peduli. Untuk saat ini, hanya perkara kesehatan-lah yang bisa Ia pikirkan.

                                                                                  ****   

Alhasil, tulisan-tulisan yang telah menjadi buku lalu dijual dipasaran miliknya, ternyata cukup laris terjual dan bahkan banyak mendapatkan respon positif---pujian-pujian daripada hasil karyanya. Sarjono dan Hartono selaku tim penerbit pun segera mendatangi rumah Kek Malang, untuk memberitahukan terkait kabar gembira ini. Serta tak lupa, hak royalti untuknya.

Setiba dirumah Kek Malang, Sarjono dan Hartono pun berhasil menemui kakek Malanggi yang semakin menua. Dan betapa terkejutnya mereka, tatkala melihat kondisi sang Kakek. Ternyata, Kakek Malanggi kini hanya bisa berbaring sakit tak berdaya.

"Kek, ini Saya Sarjono dan teman Saya Hartono. Buku sastra luar biasa yang memuat banyak unsur fiosofis milik Kakek, Alhamdulillah laris terjual Kek dan menjadi best-seller Kami tahun ini." Ucap Sarjono, disertai rasa riang gembiranya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun