Mohon tunggu...
Ahmad Ramdani Official
Ahmad Ramdani Official Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Jadikan buah pikiranmu, adalah karya terhebatmu untuk Dunia!!"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merajut Asa, Mimpimu...

6 Maret 2024   22:43 Diperbarui: 6 Maret 2024   23:06 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terimakasih banyak sekali-lagi Kek. Do'a yang sama juga ya untuk Kakek. Semoga bertambah rezeki dan senantiasa sehat selalu Kek." Jawab Mbak pembeli.

"Aamiin. Terimakasih Mbak."

"Sama-sama Kek." Mbak pembeli menanggap kemudian bergegas pulang. "Kalau begitu Saya pamit dulu ya Kek. Sampai jumpa kembali."

Tidak semua mereka yang ada didasar samudera, hidupnya lantas sedemikian tercekik dalam keadaannya. Seorang wanita yang tengah mengandung Anaknya dan mencari rezeki dengan cara mengamen dikeramaian pasar itu, justru tidaklah pernah merasakan sulit. Karena Ia sadar, Manusia harus berjuang agar berupaya mengubah hidupnya. Akan tetapi, hidup ini masih ada Yang Maha Kuasa selaku Sang pengendali. Dimana suatu saat nanti kita harus yakin, segala sesuatu pasti ada hasilnya.

Motivasi yang sama pun, juga sudah sekian lama bersemayam dalam kepala Kakek Malang. Cinta, perjuangan dan pengorbanan yang sudah puluhan tahun menghampiri dan senantiasa mengiringi hidupnya, seperti halnya semua orang, pastilah takkan pernah Ia lupa. Tetapi memang sudah hal yang lama Ia pikir pula, yaitu, siapa yang akan mengetahui kalau tidak ada bentuk pengabadian.

Para pengunjung lama-kelamaan satu per satu pergi kemudian ciptakan sunyi pasar malam. Itu merupakan satu isyarat, bahwa sudah tiba waktu para pengais rezeki untuk beranjak pulang kerumah agar beristirahat. Kakek Malanggi selanjutnya membereskan ikan-ikan, dan maklumlah karena Ia hanya ber-sepeda onthel, Kakek Malanggi tiba dirumah tatkala malam sudah sedemikian larut.

Tidak ada penerangan dilampu jalan, setelah sesudah Ia menggoweskan sepedanya masuk kejalan setapak menuju rumahnya yang berada di pedalaman hutan. Kakek malanggi tiba, dan segera menyalakan lampu rumahnya yang berupa bilik bambu kecil. Ikan-ikan yang tidaklah berapa sisanya yang belum habis dijual, selanjutnya disimpan ditempat yang selayaknya, yaitu di sebuah wadah berbentuk kotak dan terbuat dari bambu.

Disitulah Kakek Malanggi meletakkan sisa-sisa Ikan, kemudian ditaruh beberapa es balok guna menjadikan Ikan-ikan itu tetap segar nan awet agar dapat dijualnya besok di pasar pagi hari, walaupun pasar di pagi hari letaknya justru lebih jauh dibanding jarak dari rumahnya menuju pasar malam. Ya, demi supaya perut bisa makan dan uang tabungan tidak lalai ditambah sebagai persiapan di hari tua, tak apalah jarak jauh ditempuh dengan hanya menggunakan sepeda onthel miliknya.

Tugas itupun akhirnya selesai, dan kakek malanggi mulai beristirahat. Namun, entah mengapa Ia kembali terpikirkan apa yang tadi terjadi di pasar malam, sesaat setelah Ia berbaik hati memberi Ikan-ikan jualannya kepada seorang Perempuan gigih dalam berjuang menjalani hidupnya mencari rezeki. Walau perempuan itu tengah mengandung seorang Anak.

Pikiran itupun berkenaan dengan suatu kisah. Dan kisah itu, adalah apa yang selama ini Kakek Malanggi alami dalam hidupnya, dan apa yang Ia amati serta saksikan di sekelilingnya. Setiap manusia, entah Ia miskin atau terlebih lagi mereka-mereka yang kaya raya disebabkan hidup berkelimpahan, sudah pasti bahkan mutlak dirinya mempunyai kisah-kisah dalam kehidupan masing-masing.

Kakek Malanggi tengah memikirkan hal itu, kemudian Ia bertanya kepada diri sendiri :

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun