"Kek, kalau Kakek tidak keberatan. Izinkan Saya dan Sarjono merawat Kakek sembari kami bertugas ya, mumpung kami masih berada disini. Saya akan koordinasikan dengan ketua Kami." Usul Hartono.
"Iya, benar Kek. Saya siap untuk merawat Kakek." Sambung Sarjono.
"Tapi?!"
"Kakek. Kakek tidak merasa keberatan kan? Tapi apa?"
"Saya pasti begitu sangat merepotkan Mas Hartono dan Sarjono. Saya adalah Orang-Tua yang selalu sakit-sakitan. Jika Mas berdua merawat Saya, tidak akan ada waktu untuk Mas bekerja nanti." Jawab Kek Malang, terengah-engah.
"Kalau Saya harus kehilangan pekerjaan disebabkan merawat Kakek, maka biarlah hal itu terjadi. Saya tetap fokus untuk merawat dan menjaga mutiaraNya yang tersisa ini, yaitu diri Kakek."
Apabila banyak Manusia yang pergi jauh meninggalkan segala yang Ia miliki, maka sesungguhnya Manusia itu memilih jalan dan keputusan yang benar. Manusia mempunyai pikiran, dan melalui pikiran itulah merekapun tahu, bahwa segala yang dimiliki itu merupakan tandingan daripada sesuatu yang benar, yang Manusia tersebut yakini dan Imani. Hartono telah melihat pada diri Kek Malang, bahwa dialah salah satu Mutiara sang Tuhan. Meskipun memutuskan untuk merawatnya, dia bahkan rela kalau-kalau menerima suatu pemecatan.
Keputusan Hartono, begitupula halnya dengan Sarjono. Keduanya adalah satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, layaknya langit dan Bumi serta siang dan malam. Begitu senang nan kagum Kakek Malanggi terhadap mereka berdua. Seumur-umur, baru kali ini dia merasa seperti apa hidup dilayani, dan sentuhan kasih dari Orang lain.
"Jika itu sudah menjadi keinginan dan kehendak Mas berdua, saya bisa apa?" kek Malang pasrah.
"Terimakasih banyak Kek. Terimakasih." Tutup Hartono.
****