Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beberapa Dosa Dunia Pendidikan Terhadap Rakyat, serta Pelajaran tentang Uang

16 Juli 2015   04:31 Diperbarui: 16 Juli 2015   04:31 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali mengotomatisasi irigasi petani hingga tak perlu lagi rebutan air sampai dini hari –yang kadang masih disertai pula dengan beberapa silat lidah dan tarian beladiri.

Juga menjadikan Si Eman yang tukang sampah: Naik status sebagai raja sampah, yang tentu saja dalam konotasi paling positif yang pernah ada.

 

Sebuah Kelahiran Kembali

Dan di sinilah saya berada, tergeletak tanpa daya setelah kehilangan semua yang dulu sepertinya pernah membuat saya merasa sedikit berjaya, tanpa saya tahu harus berbuat apa dan bagaimana selain cuma menunggui waktu yang terus terasa meredup dengan amat sia-sia.

Kematian seringkali terlihat begitu dekat dan jelas saat itu bagi saya. Bukan kematian yang sebenarnya, tentu. Namun adakah yang lebih buruk dari mati, bahkan jauh-jauh waktu sebelum kita benar-benar mati...?! Menjadi mayat pada saat masih hidup, tanpa pernah peduli apakah hidup yang tengah dijalani adalah sebuah hidup yang benar-benar hidup, yang mampu membuat hidup menjadi lebih hidup tanpa perlu merisaukan hidup sesudah hidup…?!

Tapi bahkan setelah matipun, kehidupan -anehnya- terus saja memberi saya hidup yang baru!

Pernahkah kau merasa hidup terus saja memberimu ‘kelahiran kembali’, dan menjadikanmu serupa bayi dengan berbagai caranya yang aneh dan tak terjangkau nalar para ahli, setelah begitu banyak kematian yang kau alami selama berkali-kali?

Saya pernah. Dan rasanya: Amat membingungkan! Terutama ketika dengan cengap-cengepnya coba untuk terus mempertahankan living on the edge of earth sekuat daya, yang lantas tetap saja terjungkal dengan sukses karena memang saya sudah tidak lagi memiliki prasyarat dan segala macam ketentuan yang -dalam banyak hal- memang amat dibutuhkan untuk tetap walau sekedar hidup.

Namun anehnya, saya tak pernah jatuh ke jurang dengan ribuan makhluk ganjilnya yang siap memangsa, atau tercebur ke empang neraka sambil diam-diam berharap ada pahala yang membebaskan saya dari sana, melainkan selalu saja terlempar kembali ke sebuah dunia yang, ajaibnya, tak pernah saya pikirkan sebelumnya…!!!

Dalam bingung saya kembali ke diri sendiri. Menyelinap di setiap kebisuan yang entah kenapa seperti telah menjadi garis terkuat hidup saya. Hening, yang berbaur dengan perasaan resah yang terus hinggap dan menyelusupi setiap sel dalam membran otak dan mungkin juga hati saya. Sebuah warna kembali usai saya poles dalam buku hidup saya. Biru lebam, selebam kenyataan yang telah beramai-ramai meng-gebok saya dengan pongahnya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun