Apa yang dibutuhkan dalam sebuah bisnis yang baik? Yap, sebuah produk yang bermutu. Apapun jenis bisnisnya dan apapun juga produknya.
Begitu juga dengan Lembaga Pendidikan tersebut. Saya panggil penanggung jawab operasional harian untuk bertanya, sudah sejauh apa situasi yang ada.
“Kita kesulitan memperoleh buku panduan belajar yang bermutu, Bay...”, ucap si penanggung jawab harian tersebut, yang selanjutnya mungkin akan terdengar lebih enak bila kita menyebutnya sebagai Er saja.
“Apakah benar-benar tak ada satupun buku yang sesuai dengan target yang kita inginkan? Coba cari di Kartel Toko Buku Anu dan Anu,” ucap saya dengan serius.
Tak lama Er membawa dua set buku belajar, yang agaknya merupakan satu-satunya panduan yang paling mendekati keinginan dan tujuan pencapaian kami. Dan ketika di kedua jaringan Toko Buku terbesar tersebut barang yang kami maksud semakin langka, saya kembali meminta Er untuk menanyakan alamat penerbitnya, guna membeli langsung dari tangan pertama.
Dan berhasil. Sebuah masalah telah lagi selesai. Sementara untuk peningkatan kemampuan instruktur bahasa, saya datangi seseorang yang ada dalam pundi-pundi pertemanan saya, dan memintanya untuk memberikan pelatihan khusus dan intensif kepada SDM, dengan –seperti pelajaran dari Mulan yang selalu saya terima- tenggat dan target yang sesuai racikan dan formula made in saya pribadi, yang beralih bahasa agar lebih terkecap cita rasa keguruannya menjadi TIU dan TIK serta SAP/RP.
Dalam perjalanan ke depannya, teman tersebut menjadi staf In House dan juga In Company Training, yang melayani permintaan seorang Direktur Pabrik Baja di wilayah Tangerang, yang sempat menjadi kolega saya.
Tapi agaknya sang teman memang bukan teman seperti layaknya kebanyakan teman. Dari awal dia sudah tidak menghargai saya sebagai seorang teman terbaik, dan juga lupa bahwa apa yang dia dapatkan selama ini, adalah buah dari pembelaan saya terhadap hidupnya, karena saya memang sudah menganggapnya sebagai adik kesayangan saya sendiri.
Big boy itu kemudian mendapat julukan Afkir, karena katanya, dia memang mirip barang afkiran yang jika dilihat dari wataknya tentu saja tidak bisa dipakai. Bahkan saat saya yang memintapun, dia mengajukan biaya belajar yang cukup tinggi pada masa itu.
Saya jelas kecewa. Namun rasa sayang saya yang begitu besar terhadapnya membuat saya mengalah.
Jer basuki mowo beo, ucap saya dalam hati saat itu, yang kira-kira artinya adalah setiap cita-cita membutuhkan biaya, sebagai salah satu bentuk pemakluman saya terhadap dia.