Saat itu saya benar-benar dituntut untuk menjadi ‘yang terbaik’ dalam rantai kekuatan pengelolaan bisnis, yang selalu harus mampu untuk menekan gas atau sekedar menggoyangkan setir ke kanan dan ke kiri agar tetap meluncur lurus di jalan tujuan.
Dan itu seringkali menjadi tak mudah, terutama bila mengingat betapa otodidaknya saya dalam melakukan semua. Ditambah dengan mayoritas SDM yang saya miliki, dengan latar belakang yang amat sederhana dan terbatas, serta-merta menjadikan tanggung jawab sebagai motor penggerak mendarat tepat di punggung saya.
Mungkin kata-kata tersebut terdengar agak sarkas. Tapi memang terlalu sedikit yang bisa kita harapkan ‘secara umum’ dari seorang tukang obras biasa, atau karyawan pabrik, penjaga toko, bahkan juga mereka yang belum lagi sempat lulus SMU serta beberapa mahasiswa yang mungkin baru sekedar memperoleh MKDU di kampus mereka.
Dan saya cukup yakin, jika saja mereka bertemu dengan wayang-wayang OVJ, tentu akan langsung dibombardir dengan pertanyaan yang menyebalkan tersebut, “Sebenarnya mau kemana sih arah hidup lo...?”…^_
Merekalah kru bisnis saya, dalam sebuah usaha serius yang bernama: Bisnis Pendidikan. Tentu dengan segudang keahlian -dan terutama sekali: Kecerdasan- yang amat dibutuhkan dalam Standard Operational Procedure di dalamnya.
Mereka kemudian memang menjadi kru terhebat yang pernah ada, terutama setelah begitu banyak ‘formula’ dan ’teknik khusus’ yang harus diganyang habis, sebagai sebuah peningkatan kualitas. Namun saya yakinkan kepada kau, bahwa hal itu tidaklah terjadi pada saat mereka baru bergabung!
Dan semua itu menjadi lebih tidak mudah lagi saat saya menyadari, bahwa inilah proyek pertama dalam hidup saya yang benar-benar tidak melibatkan Mulan sebagai guru tercerdas yang saya punya, yang selalu mampu untuk menjadi tempat saya bertanya atau meminta. Atau barangkali sekedar memeluknya saat saya merasa begitu lelah menghadapi semua, yang biasanya menjadikan saya langsung merasa full power kembali.
Proyek inipun ada jauh waktu setelah teman-teman hebat saya tak lagi di depan mata. Walau ingatan tentang mereka seringkali dengan cara yang aneh membuat saya tetap mampu untuk menyelesaikan semua, dan mungkin akan menjadikan saya keluar sebagai pemenang dengan begitu bebasnya finansial yang dimiliki tanpa perlu bekerja lagi, dengan begitu banyak ‘karya-karya besar’ yang seharusnya selesai saya buat, sebelum semuanya tiba-tiba harus lenyap beberapa saat sebelum saya berhasil mencapai garis finish, yang setelahnya membuat saya ‘lagi-lagi’ terlahir kembali, menjadi pangeran kodok yang terus saja berlompatan ke berbagai daerah. Menjadi orang rumahan yang justru tak pernah ada di rumah. Menjadi naked traveler yang sama anehnya dengan pola hidup saya sebelumnya, yang kembali akan mengisi tulisan saya selanjutnya, setelah kisah ini selesai saya bagi.
Apa susahnya membuat uang memburu kita, tanpa kita perlu bersusah-payah mengais-ngaisnya dalam tumpukan rutinitas kantor dan atau tempat kerja lainnya, sambil diam-diam berharap ada rejeki besar yang membuat kita tak perlu lagi berlelah-lelah dalam mengumpulkan setiap sen-nya?