Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beberapa Dosa Dunia Pendidikan Terhadap Rakyat, serta Pelajaran tentang Uang

16 Juli 2015   04:31 Diperbarui: 16 Juli 2015   04:31 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imbasnya, saya tekankan kepada SDM untuk belajar sebaik-baiknya dan secepat-cepatnya, agar memperoleh skill ter-maksimal dalam durasi yang sesuai dengan yang ditetapkan afkir, yang mengakibatkan salah seorang dari SDM tersebut mundur karena merasa otaknya nge-hang.

 

Otodidak yang Memusingkan

Kembali sebuah masalah menghilang. Dan pada setiap perginya kendala, datang peluang sebagai penukarnya karena memang itulah sunatullah, yang lebih sering dipahami sebagai hukum generatio spontanea dan atau invisible hand, yang mengatur agar semua tetap berjalan sesuai dengan keseimbangannya.

Mutu semakin baik, membawa serta nama yang semakin dikenal juga siswa yang semakin bertambah jumlahnya. Hingga suatu hari Er kembali memberikan laporan berkala kepada saya tentang kemajuan yang cukup signifikan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Walau kendala buku panduan belajar, masih  menjadi yang cukup mengganggu karena terus saja berulang-ulang.

“Bikin buku sendiri aja, Bay...” ucap Er suatu kali, yang langsung membuat saya cukup lama termenung-menung seperti patung.

Kenapa tidak? Apa susahnya membuat buku? Toh saya pernah mencetak Buku Puisi bersama Dijey... Begitu kira-kira monolog saya waktu itu.

Namun membuat buku tentu tak seremeh saat kita mengucapkannya. Terbayang banyaknya waktu yang harus diinvestasikan dalam prosesnya, yang jika menggunakan komputer sewaaan akan langsung menimbulkan ‘biaya peluang’ yang tak masuk akal, bahkan walau misalnya cuma dilihat dari cashflow yang menggunakan staffel sekalipun…!

Cari komputer saja! Langsung saya terbang ke lingkaran teman yang lain, yang tanpa saya membawa uang sepeserpun, ‘kotak pintar’ tersebut serta-merta tertata dengan manisnya, di atas meja komputer ringkih seharga gobanan yang banyak beredar di pasar. Barang second, memang. Namun cukup memenuhi syarat bagi kebutuhan saya yang memang tak banyak menuntut spec tinggi.

Gratiskah komputer tersebut? Buat saya, ya. Namun tidak demikian bagi teman saya.

Saya cuma membuat perjanjian agar dia membayar komputer entah milik siapa dengan uangnya, yang akan saya angsur secara perbulan, dimulai satu bulan setelah benda tersebut tergeletak di tempat saya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun