Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beberapa Dosa Dunia Pendidikan Terhadap Rakyat, serta Pelajaran tentang Uang

16 Juli 2015   04:31 Diperbarui: 16 Juli 2015   04:31 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Modalnya gimana, Bay...?”

Sering saya ingin menjawab sambil terkekeh-kekeh seperti aki-aki tua yang kebanyakan minum teh tubruk: Modalnya ya... dari Mbah Moyangmu, tentunya...!

Namun jawaban tersebut tentu saja cuma beredar di benak saya. Karena ini memang pertanyaan yang cukup serius. Dan saya jelas tidak pernah iseng atau bercanda jika tentang hal-hal yang serius. Walau saya juga tahu bahwa pertanyaan ini adalah penyakit paling tua yang pernah dibopong oleh manusia. Entah lebih tua mana dengan penyakit bangkotan yang bernama: Cinta.

Sambil pura-pura berpikir keras dan mengelus janggut khayal saya yang rata dada, dengan setengah arif saya akan langsung menyarankan kepada si penanya, untuk memulainya dari yang kecil-kecil saja.

Dengan dana yang tak lebih dari 200 ribu, siapapun bisa untuk langsung berjualan pulsa, dan atau mencari uang receh yang banyak tersebar di blog dan facebook, dan atau kegiatan bisnis ecek-ecek yang lainnya. Tapi tentu saja saran tersebut bukan dari ‘arif’ saya yang berdefinisi ‘bijak’, melainkan ‘arif’ dalam bahasa daerah yang berarti ‘mengantuk’, yang jelas amat perlu dipertimbangkan kembali pelaksanaannya.

Saya pernah mendengar petuah tentang ‘berpikir global bertindak lokal’, atau juga tentang berpikir besar dan memulainya dari aksi yang paling kecil dan sederhana.

Alangkah dahsyatnya kebenaran dalam kalimat-kalimat tersebut, yang tetap saja mampu untuk menipu atau setidaknya membuat begitu banyak orang terjebak di dalamnya, dan terperangkap dalam ilusi tentang kearifan teori ‘dari yang kecil kemudian menjadi besar’.

Memang ada saja situasi khusus yang sampai kepada saya tentang kebenaran teori ini. Namun jauh lebih banyak lagi fakta-fakta umum yang saya lihat betapa amat banyak orang yang memulai dari yang kecil, namun tak juga kunjung menjadi besar.

Entah kenapa tetap saja kecil itu terus kecil, bahkan tak jarang semakin mengecil, sebelum tiba-tiba, “Psst...! menghilang seperti asap yang tertiup angin.

Teorinyakah yang salah? Jelas bukan saya yang bertanya. Walau saya juga tak ingin repot-repot menyalahkan para ‘praktisi kecil’ yang telah gagal dengan amat sukses itu, yang tak pernah bisa sekalipun untuk sempat mencicipi besar.

Namun jika boleh memilih, maka saya tentu akan menyarankan dengan amat tegas, agar kau tidak memulai segala sesuatu yang kau inginkan, dari yang kecil...!!!

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun