"Baiklah, kalian semua ke Kantor Polisi Betung, untuk dimintai keterangan, dan barang-barang korban kami tahan dulu sebagai bukti..!" ujar komandan polisi tersebut.
Dari cctv taman, polisi melihat mobil Fortuner hitam dengan nomor pelat kosong. Polisi masih mendalami kasus ini, sementara itu Nina dan Karmila yang melanjutkan perjalanan begitu sedih, takut, dan perasaan tak menentu. Dari handphone yang tinggal milik Ilham, terjadi keanehan. Ketika sandi untuk membuka layar gawai tersebut salah selama lima kali, maka seluruh handphone menjadi reset sendiri, aplikasi yang ada didalamnya kosong melompong, bahkan teknisi heandphone pun kewalahan dan putus asa, sehingga nomor kontak didalamnya tak satupun tersimpan. Bahkan nomor ponsel tersebut langsung memblokir dirinya sendiri.
BAB XIV
CAROLINE KE INDONESIA
Handphone Ilham sudah tak bisa dihubungi. Semua yang mencoba meneleponnya kecewa. Baik keluarga di Kerinci, maupun di Perancis. Caroline membanting handphonenya "Siapa yang sudah mencelakai Ilham?" bathinnya. Karena ia yang memprogram gawai Ilham sewaktu berada di Perancis. Â Jika sesuatu terjadi, maka handphone tersebut akan membunuh dirinya sendiri, alias memblokir panggilan masuk dan panggilan keluar sendiri.
Gawai Caroline berdering, panggilan dari Erick. Caroline terkejut dan segera mengambilnya. "Bonjour Mademoiselle, quelque chose est arriv au jeune matre Ilham (Halo nona, gawat... sesuatu telah terjadi terhadap Tuan Muda Ilham!" ujar suara Erick dari seberang setelah handphone diangkat.
"Baik, Erick siapkan pesawat, kita harus terbang ke Indonesia malam ini juga..!" ujar Caroline.
"Siap Nona!" Erick mengumpulkan anak buahnya dan bersiap mengatur penerbangan mereka dengan pesawat pribadi malam ini.
Caroline sudah bersiap keluar rumah ketika ayahnya memanggil "Caroline? Kamu mau kemana nak?" tanya Mr. Steaven memandang putrinya.
"Papa, sesuatu telah terjadi dengan Ilham! Aku mau ke Indonesia bersama Erick malam ini juga!" jawab caroline cemas.
"Oh? Kenapa kamu harus pergi? Bukankah semuanya sudah diatur oleh Erick? Biarkan mereka yang pergi!" jawab ayahnya heran melihat wajah Caroline yang pucat.