Â
Â
BAB XIII
NASIB NAAS DI BETUNG PALEMBANG
Dengan berat hati Erick dan pasukannya kembali ke Perancis, atas perintah Ilham. Ilham menitipkan semua aset perusahaannya kepada Erick untuk dikelola dan dikembangkan sebagaimana mestinya. Erick menangis, karena selama mengikuti Ilham dua tahun ini dia sangat menghormati dan melayani Ilham dengan tulus. Dia berjanji untuk terus mengembangkan perusahaan mereka.
Disuatu malam jum'at yang dingin, dini hari, Ilham membuka tas ranselnya, dan membuka sebuah tas kulit kayu yang ia balut dengan plastik hitam. Tas kulit kayu itu merupakan tas karyanya ketika di pulau Sinaka dahulu.
Dengan hati-hati ia mengeluarkan barang kalung dan emas permata yang ia temukan dahulu. Ia akan menjualnya besok untuk membantu ayah ibunya yang sudah tua renta ini.
Setelah mengurus segala sesuatu kebutuhan ayah ibunya, Ilham berangkat ke Jakarta untuk mencari pengalaman hidup lagi. Tujuannya ialah sahabat lamanya yang merantau kesana dari kampung, yaitu Dedi Sendral yang telah sukses membuka usaha perdagangan hasil hutan Kerinci di Jakarta.
Seorang pemuda yang sederhana, berpakaian jacket lusuh, celana lusuh, sepatu santai lusuh dan sebuah tas lusuh dipundaknya menaiki Mini Bus Avanza berangkat ke Jakarta. Dia duduk dibangku belakang sopir, sementara dibangku sebelahnya duduk seorang cewek berjilbab kuning dengan kaca mata minusnya. Dan disampingnya juga seorang cewek berjilbab cokelat. Tampaknya mereka juga mau berangkat ke Jakarta.
"Hm, maaf Bang, tolong jangan dekat-dekat yah, kita kan bukan muhrim..!" ucap cewek kacamata minus tadi seraya meletakkan tas kecilnya antara tempat duduknya dengan Ilham.
"Oh, ya... maaf ya Mbak, saya tahu batasan saya..!" sahut Ilham tersenyum.