Mohon tunggu...
Novia Kusuma Dwiyanti
Novia Kusuma Dwiyanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Student who will be success

LN later

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berjuang Kala Senja

17 November 2021   21:00 Diperbarui: 17 November 2021   21:08 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Diam kau! Kau tidak punya hak berbicara di sini!” teriak tentara Belanda kepadanya yang mengakibatkan ia mendapat siksaan di pertengahan jalan.

Sepanjang jalan, Risadju tiada henti berdzikir menyebut nama Allah Swt. Bagaimana keadaannya selama ada Tuhan, baginya itu sangat cukup. Hingga sesampainya di Watampone, Risadju pun langsung ditahan di penjara Bone. Namun di sana ia hanya ditahan selama satu bulan dan tanpa diadili. Tak lama setelah itu, beliau dipindahkan ke penjara Sengkang dan dari sana dibawa ke Bajo.

Sayang, saat di Bajo, Opu Risadju mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh Kepala Distrik Bajo, Ludo Kalapita. Dia merupakan salah satu pihak pemerintahan Luwu yang pro-Belanda. Ketika itu Risadju dibawa ke lapangan bola. Beliau disuruh berlari mengelilingi tanah lapangan yang diiringi dengan letusan senapan. Setelah itu disuruh berdiri tegap menghadap matahari, lalu Ludo Kalapita mendekatinya dan meletakkan laras senapannya pada pundak Opu yang waktu itu telah berusia 67 tahun.

“Sudah kita peringatkan berkali-kali untuk tidak bertindak seenaknya terhadap kami, pada akhirnya kini kau merasakannya sendiri,” bisik Ludo terhadap Opu Risadju.

“Lakukan saja sesuai keinginanmu dan aku akan melakukan semua sesuai keinginanku. Meskipun nanti aku telah tiada, perjuangan ini tidak akan berhenti, camkan itu,” balas Risadju.

Tak lama, Ludo Kalapita pun meletuskan senapannya. Akibatnya Risadju jatuh tersungkur mencium tanah di antara kaki Ludo Kalapita dan masih sempat menyepaknya. Semua tahanan yang diperintahkan menyaksikan hal tersebut tak kuasa merintikkan air mata. Hati siapa yang tega melihat sosok ibu yang mereka lindungi ternyata disiksa dengan begitu keji dihadapannya. Risadju kemudian dimasukkan ke penjara semacam tahanan darurat di bawah tanah.

Akibat penyiksaan yang dilakukan oleh Ludo Kalapita tersebut, Risadju menjadi tuli seumur hidup. Dan anehnya meskipun sudah membuatnya tuli, tiada henti para tentara itu terus meneriaki dan memerintah Risadju. Hingga selang seminggu dari kejadian itu, beliau menjadi tahanan luar dan tinggal di rumah Daeng Matajang.

Beruntung selama di rumah Daeng Matajang, Risadju sedikit diperhatikan. Terlebih beliau mendapat perlakuan sangat baik seolah di rumah sendiri. Meskipun Daeng Matajang tetap berhati-hati kalan tentara Belanda datang untuk memeriksa keberadaan Risadju.

“Sungguh malang engkau putri bangsawan yang tangguh. Entah kau mendengarnya atau tidak, tapi kau kuat dengan segala hal. Hatimu, ragamu, semangatmu, semua melekat dalam perjuangan yang engkau bentuk,” ucapnya terhadap Risadju yang tengah beristirahat.

Sebagaimana tahanan luar lainnya, Risadju tidak diperkenankan bepergian. Dia hanya bisa keluar hingga halaman rumah untuk menghirup udara segar. Itu pun dengan penjagaan yang serba-serbi dari para tentara Belanda. Setiap pagi dan petang mereka selalu memeriksa keberadaan Risadju. Hingga penghuni rumah Daeng Matajang merasa risih dengan perlakuannya itu. Meskipun Risadju seorang tahanan, beliau tetaplah orangtua yang telah renta. Secara logika bagaimana ia akan melarikan diri seorang diri dengan kondisinya yang telah rapuh dan tidak bisa mendengar. Memang sudah tidak punya akal para tentara itu.

Hari-hari itu terus berlanjut hingga pada akhirnya Risadju dibebaskan tanpa diadili setelah 11 bulan menjalani tahanan. Kemudian Risadju kembali ke Bua dan menetap di Belopa. Para pengikutnya menjenguk beliau, mengantarkan makanan, bahkan beberapa orang turut menemani setiap malam secara bergantian. Mengingat di Belopa ia tinggal sendiri, anaknya berada di Parepare dan belum sempat menjenguknya karena hadangan tugasnya sebagai anggota PSII, yang di mana PSII menjadi ancaman bagi Belanda.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun