Mohon tunggu...
Novia Kusuma Dwiyanti
Novia Kusuma Dwiyanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Student who will be success

LN later

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berjuang Kala Senja

17 November 2021   21:00 Diperbarui: 17 November 2021   21:08 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Indok, kali ini kita harus bergegas kembali, sepertinya Belanda semakin berpencar dan memanggil bala bantuan,” ucap para pemuda yang turut menemani Risadju untuk bersembunyi.

“Iya, mari kita maju secara perlahan,” ucapnya.

“Kalian yang di depan dan di belakang harus teru bersiaga, amati keadaan sekitar. Jangan sampai lengah,” ucap Abdul.

Saat itu, perjalanan telah sampai di Lantoro. Risadju memiliki firasat buruk tentang tempat persembunyiannya itu. Begitu pula yang dirasakan para pengikutnya. Dia bersikeras agar anaknya dan yang lainnya bergegas pergi jika sesuatu yang buruk benar terjadi. Dan benar saja, suara hentakan kaki terdengar dengan jelas, teriakan memanggil Risadju begitu lantang dihadapannya. Risadju terus menekan agar yang lain lekas pergi. Namun bagaimana bisa seorang anak meninggalkan sang ibu yang akan ditangkap oleh para penajajah begitu saja? Abdul merasa sakit saat terpaksa mengikuti perintah ibunya yang sudah renta itu.

“Pergilah, aku akan menyusul,” ucap Risadju sambil tersenyum lirih menatap putranya.

“Mari Abdul, kita kehabisan waktu, Indok pun tidak sendiri, sebagian dari kita harus mengabari yang lain untuk menyelamatkan Indok,” ucap teman-temannya.

“Indok, jangan tinggalkan Abdul yo, indok harus kuat, aku akan menyelamatkan indok. Berhati-hatilah,” sedih Abdul meninggalkan ibunya.

“Risadju, akhirnya kau kami temukan. Tangkap dia,” perintah seorang NICA terhadap pengikutnya.

Ternyata meskipun Risadju berpindah-pindah, pada akhirnya beliau ditangkap di Lantoro. Kemudian beliau dibawa ke Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 km. Bayangkan seorang wanita paruh baya yang bahkan sudah renta, dipaksa berjalan sejauh itu. Bahkan para pengikutnya pun sedih melihat beliau yang diperlakukan seperti itu. Seakan merasa puas, para tentara Belanda itu bahkan mencaci Risadju dan menyentaknya agar terus berjalan. Sungguh tak punya hati nurani.

“Teruslah berjalan! Jangan berhenti, masih jauh!” teriak mereka.

“Indok lelah! Apa kalian tidak melihat jelas bagaimana langkahnya yang tertatih-tatih? Beliau bukan anak kecil yang masih bisa berlari tanpa rasa lelah, sungguh gila kalian, memang benar kata mereka, NICA bukanlah manusia normal melainkan hewan yangtidak punya akal selain nafsu,” ucap pengikutnya yang turut ditangkap bersama Risadju.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun