Penyusunan definisi perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebabkan oleh pandangan masyarakat yang memandang bahwa perkawinan adalah perbuatan suci dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan ajaran agama.
. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Pdt)
Berbeda dengan pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Pdt) tidak memberikan definisi atau pengertian tentang perkawinan. KUH Perdata memandang perkawinan hanyalah dilihat dalam hubungan-hubungan perdata (Pasal 26 KUH Perdata).
Berdasarkan rumusan Pasal 26 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa pandangan keagamaan seseorang tidak memengaruhi sah tidaknya suatu perkawinan. Hal ini berarti bahwa undang-undang hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang sah artinya perkawinan yang memenuhi syarat-syarat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan syarat-syarat serta peraturan agama tidak diperhatikan atau dikesampingkan.
Larangan dan Legalitas Perkawinan di Indonesia
- Larangan Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah;
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua, dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, ibu/bapak tiri;
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan dan saudara susuan dan bibi atau paman susuan;
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;