Mohon tunggu...
Maura Syelin
Maura Syelin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca novel tapi saya juga suka hukum sebab saya ingin lebih mengenal hukum hukum yang ada di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Boom Hukum Perkawinan di Indonesia

12 Maret 2024   11:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   11:23 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyusunan definisi perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebabkan oleh pandangan masyarakat yang memandang bahwa perkawinan adalah perbuatan suci dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan ajaran agama.

. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Pdt)

Berbeda dengan pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Pdt) tidak memberikan definisi atau pengertian tentang perkawinan. KUH Perdata memandang perkawinan hanyalah dilihat dalam hubungan-hubungan perdata (Pasal 26 KUH Perdata).

Berdasarkan rumusan Pasal 26 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa pandangan keagamaan seseorang tidak memengaruhi sah tidaknya suatu perkawinan. Hal ini berarti bahwa undang-undang hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang sah artinya perkawinan yang memenuhi syarat-syarat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan syarat-syarat serta peraturan agama tidak diperhatikan atau dikesampingkan.

Larangan dan Legalitas Perkawinan di Indonesia

  • Larangan Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah;

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua, dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, ibu/bapak tiri;

d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan dan saudara susuan dan bibi atau paman susuan;

e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun