3) Hukum Katolik tidak membolehkan perkawinan beda agama. Ia hanya dapat diizinkan apabila diizinkan oleh gereja dengan syarat-syarat tertentu;
4) Gereja Kristen/Protestan membolehkan perkawinan beda agama, dengan menyerahkan problemnya pada umat atau pada hukum nasional masing-masing;
5) Hukum Hindu melarang dan tidak memberi jalan keluar kecuali dengan masuk agama Hindu (di-suddhi-kan); dan
6) Hukum Buddha tidak mengatur perkawinan beda agama. Penganut agama Buddha menaati hukum yang hidup di masyarakat (hukum adat, hukum negara).
KritikÂ
      Buku Hukum Perkawinan Indonesia mungkin mempunyai keterbatasan dalam memberikan informasi yang luas, terutama mengenai perubahan terakhir Undang-Undang Perkawinan. Di dalam buku ini masih ada beberapa materi yang menurut saya kurang lengkap, dan bahasanya kurang mudah di pahami bagi saya yang belum paham betul akan hal hukum.
Saran
Saran saya di dalam buku ini harus menyertakan pembaruan rutin tentang perubahan-perubahan dalam undang-undang perkawinan dan kasus-kasus hukum terkini agar informasi yang disediakan selalu relevan. Memberikan penjelasan yang lebih sederhana dan mudah dipahami bagi pembaca yang bukan ahli hukum, dengan menghindari penggunaan istilah hukum yang terlalu teknis. Memberikan daftar referensi yang lengkap bagi pembaca yang ingin mendalami topik tertentu lebih lanjut, seperti kasus-kasus pengadilan terkait perkawinan.
Kesimpulan
Hukum perkawinan merupakan bagian dari Hukum Islam yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hal ihwal perkawinan, yakni bagaimana proses dan prosedur menuju terbentuknya ikatan perkawinan, bagaimana cara menyelenggarakan akad perkawinan menurut hukum, bagaimana cara memelihara ikatan lahir batin yang telah di ikrarkan. Dalam islam, perkawinan di maksudkan untuk melaksanakan ajaran islam dalam memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara halal untuk melangsungkan keturunannya yang di selenggarakan dalam suasana saling mencintai (mawaddah) dam kasih sayang (rahmah) antara suami dan istri.
Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sam- pai di sini tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hu- bungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi juga memiliki unsur batin atau rohani