C. Perkawinan Beda Agama di Beberapa Negara Muslim.
Hukum perkawinan termasuk dalam hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan antara anggota keluarga. Hubungan ini meliputi hubungan antara suami dan istri; hubungan antara orang tua dan anak-anaknya; dan hubungan antara keluarga dan pemerintah. Maka, cakupannya adalah peraturan tentang perkawinan, perceraian, hak-hak kebendaan dari pasangan, pengasuhan anak, kepatuhan anak terhadap orang tua; dan intervensi pemerintah terhadap hubungan anak dan orang tua.
Terdapat tiga fungsi hukum keluarga, yaitu perlindungan terhadap individu dari kekerasan dalam keluarga; untuk menyediakan penyelesaian jika hubungan antara anggota keluarga putus dan memberikan dukungan masyarakat tempat keluarga itu berada.
Dalam hal penerapan hukum keluarga dan hukum perkawinannya, negara-negara muslim dapat dikelompokkan menjadi tiga:
a. Negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan hukum perkawinan dari berbagai madzhab yang dianutnya, dan belum diubah;
b. Negara-negara yang telah mengubah total hukum keluarga dan hukum perkawinannya dengan hukum modern, tanpa mengindahkan agama mereka;
c. Negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan perkawinan Islam yang telah direformasi dengan berbagai proses legislasi modern.
Hukum Perkawinan yang Belum Berkeadilan
- Urgensi Pengaturan Hukum yang Berkeadilan.
Negara Indonesia adalah negara hukum, maka setiap kegiatan harus mendasarkan pada hukum. Hukum diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaidah dalam kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum (law) juga bisa diartikan sebagai sekumpulan aturan atau norma tertulis atau tidak tertulis, yang berkenaan dengan perilaku benar atau salah, hak, dan kewajiban.
Ada banyak cara berpikir yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan memahami hukum. Cara berpikir yang pertama, yang kemudian disebut sebagai "aliran analitis", memandang hukum sebagai penetapan kaitan-kaitan logis antara kaidah-kaidah dan antara bagian-bagian yang ada dalam tertib hukum. Setiap istilah hukum yang dipakai selalu didefinisikan secara tegas. Pandangan yang demikian itu cenderung meletakkan setiap persoalan hukum sebagai persoalan-persoalan legalitas-formal, terutama mengenai penafsiran serta penerapan pasal-pasal undang-undang.
Namun demikian, harus disadari sungguh-sungguh bahwa legialah pengaturan oleh hukum bukan saja dilihat dari asnya dan bukan juga semata-mata dilihat dari segi ekspresi dari nilai-nilai keadilan. Itulah sebabnya muncul suatu lara berpikir lain (aliran pemikiran nonanalitis) yang tidak lagi melihat hukum sebagai lembaga yang otonom di dalam masyarakat, tetapi sebagai suatu lembaga yang bekerja untuk dan di dalam masyarakat.