Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dinyatakan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku juga bagi :
a. Perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan; dan
b. Perkawinan warga negara asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan warga negara asing yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 35 (a) Undang-Undang Adminduk ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antarumat yang berbeda agama.
Pengaturan Hukum Perkawinan
- Pengaturan Perkawinan sebelum UU No. 1 Tahun 1974
Keadaan hukum perdata di Indonesia pada masa penjajahan masih bersifat pluralistik, karena hukum yang berlaku berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Hal ini dikarenakan pada saat itu terjadi penggolongan penduduk Indonesia yang didasarkan pada Pasal 131 IS dan Pasal 163 IS. Hukum perkawinan yang termasuk ke dalam bagian hukum perdata juga bersifat pluralistik dan didasarkan pada pembagian golongan penduduk.
Hukum perkawinan yang berlaku pada saat itu adalah sebagai berikut:
1. Kitab undang-undang hukum perdata (Burgelijk Wetboek) yang berlaku bagi golongan Eropa;
2. Perkawinan bagi golongan Timur Asing keturunan Tionghoa berlaku hukum perkawinan sebagaimana diatur dalam KUH Perdata kecuali bagian kedua dan bagian ketiga title IV;Hukum adat masing-masing bagi golongan Timur Asing non-Tionghoa;
4. Hukum Islam dan hukum adat bagi golongan Bumiputra yang Bergolongan Islam;
5. Huwelijks Ordonatie Christen Indonesiers (HOCI) Staatsblad 1933 Nomor 1974 bagi golongan Bumiputra yang tinggal di Jawa, Minahasa, dan Ambon beragama Kristen;