Dalam Islam, satu-satunya kemungkinan dibolehkannya pernikahan beda agama adalah karena adanya pendapat yang membolehkan perkawinan pria muslim dengan wanita kitabiyah. Kehalalan menikahi wanita kitabiyah ini menjadi masalah khilafiyah sekitar batasan mengenai wanita ahli kitab dan hukum menikahinya.
- Perkawinan Beda Agama Menurut Mahkamah Konstitusi.
Ujian berat bagi umat Islam Indonesia terjadi pada paruh pertama 2015 karena dua gugatan terkait pasal-pasal Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu gugatan terkait usia perkawinan bagi calon istri (16 tahun) dianggap terlalu rendah; dan gugatan terkait tidak bolehnya perkawinan beda agama (perkawinan antar agama).
Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya mengenai perkawinan beda agama. Menurut hakim, undang-undang tersebut sama sekali tidak melanggar konstitusi. "Mahkamah berpendapat bahwa permohonn pemohon tidak beralasan menurut hukum dan menolak seluruh permohonan yang diajukan pemohon," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 18 Juni 2015. Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa agama menjadi landasan bagi komunitas, individu, dan mewadahi hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sementara negara, menurut hakim, berperan menjamin kepastian hukum serta melindungi pembentukan keluarga yang sah.
D. Perkawinan Beda Agama Selain Islam.
1. Agama Kristen Katolik secara tegas menyatakan, "Perkawinan antara seorang Katolik dengan penganut agama lain adalah tidak sah" (Kanon, 1086). Gereja memberikan dispensasi dengan persyaratan yang ditentukan hukum gereja (Kanon, 1125)
2. Agama Kristen Protestan mengajarkan kepada umatnya mencari pasangan hidup yang seagama. Menyadari adanya kehidupan bersama dengan umat lain, maka gereja tidak melarang penganutnya melangsungkan perkawinan dengan or- ang-orang yang bukan beragama Kristen.
3. Dalam agama Hindu, suatu perkawinan dapat disahkan jika mempelai itu telah menganut agama yang sama, agama Hindu. Perkawinan dengan penganut agama lain dilarang dalam agama Hindu.
4. Agama Buddha sebagai ajaran yang lebih banyak memperhatikan ajaran dan amalan moral dengan menitikberatkan pada kesempurnaan diri manusia, tidak mengatur secara khusus perkawinan beda agama.
Dari uraian mengenai teori perkawinan beda agama di atas, dapat disimpulkan:
1) Tiap agama mempunyai pengaturan tersendiri mengenai kawin antara penganut agamanya dengan penganut agama lain;
2) Hukum Islam mengatur secara eksplisit ketentuan tentang perkawinan beda agama, namun di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat disebabkan perbedaan persepsi terutama pada Ayat 5 Surah Al-Maidah;