"Kalau begitu Abang mandi air panas, sudah aku siapkan di kamar mandi", katamu pelan. Dengan tertatih tanpa sepatah katapun aku ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi kamu telah berdiri didepan pintu membawakannya.Â
Â
"Abang minum teh hangat dulu" katamu setelah aku selesai mandi. Aku menurut. Tiba-tiba isi dalam perutku terasa ingin keluar, dan begitu cepat prosesnya aku memuntahkan semua yang ada dalam perutku di lantai kamar tidur berlapiskan ambal.
Â
Kurasakan kamu memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu jikala ku sedang sakit. Kemudian mengambil kain lap dan membersihkan muntahan itu serta menggulung dan memasukkannya ke kamar mandi untuk dicuci esok hari. Lalu kamu kembali ke arahku dengan membawa balsem dan uang logam.Â
Â
"Saya kerokkin ya Bang". Pintamu dengan memelas. Aku hanya diam. Kamu langsung membalik badanku dan mengerokki punggungku yang berotot.Â
Â
Setelahnya kamu menyuapi aku dengan semangkok bubur kacang hijau. Sejurus kemudian aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat kamu duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil membaca Al Quran dengan khusyu'. Suara bidadari surga mengalun syahdu menusuk ke relung kalbu. Kemilau cahayamu memancarkan pesona jiwa yang terluka. Aku kembali sedih dan ingin menangis. Kamu manis tapi tak semanis Grasia. Kamu cantik, tapi tak menggetarkan hatiku. Kamu shaleha, tapi tak jua membuatku bersimpuh. Ya Allah, Kembali pelataran kaki langit yang terbentang lebar dan hamparkan rentangMu pada jalanku agar kaki ini dapat melangkah lagi.
Â
===