Â
===
Â
Layaknya pengantin baru, aku bersikap sangat mesrah padamu, tapi tahukah kamu Fadiah? Hatiku ada di gadis lain yang sedang kucinta, pada Grasia yang selalu sumringah. Hanya karena aku terbiasa bersedekap dengan qalam Ilahi, hanya karena aku terbiasa bermunajat pada Sang Pencipta, maka aku dapat menutupi kegalauan itu.Â
Â
Kamu tersenyum mengembang ketika aku mengajakmu untuk pindah ke rumah kontrakan di lorong sempit pinggir kota Palembang. Kamu gembira karena membayangkan keluasaanmu untuk mengabdi sepenuh jiwa raga padaku. Kamu merentangkan tangan seolah menyambut kedatangan kunang-kunang dikegelapan malam. Olala, betapa kebahagiaan itu memancar dari gerakan jiwa  yang terbalut oleh tubuh indahmu.Â
Â
Tak dinyana, di sinilah awal mula kepak sayap merpati itu patah, di sinilah lara itu mengalunkan nyanyian hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah untuk mencintai kamu sepenuh hati. Ia terusik oleh bayang-bayang Grasia yang tak bisa aku musnahkan, kecantikan dan kegenitannya terus menari di pelupuk mataku.Â
Â
===
Â