Â
"Aku takut kehilangan kehidupan pribadiku, juga takut Fadiah tak seperti yang aku harapkan" jawabku lirih
Â
"Kuncinya, kamu harus ikhlas menerima Fadiah sebagai isterimu"Â
Â
"Insya Allah, Bu" aku tersenyum. Tiang pancang sudah ditancapkan, bendera merah putih sudah dikibarkan, janji sakral sudah diikrarkan, aku harus mampu menghilangkan ketakutan menghadapi perubahan dalam menjalani hidup nanti. Bukankah aku bisa mengikuti senyum mentari di pagi harinya dan menikmati lembutnya terpaan sinar rembulan di malam harinya? Â
Â
===
Â
Walaupun aku baru mengenal kamu, namun hasratku sangat menggebu ingin menikahi kamu. Kamulah yang menghangatkan bara kehidupan tatkala salju beterbangan menghembuskan hawa dingin. Kamulah yang menyibak selarik cahaya dikala lorong jiwa dicekam oleh pekatnya gelap. Kamulah yang mengokohkan tonggak kepastian manakala berjuta bidadari betebaran tanpa bisa memberi arti.Â
Â