Kedua, banyak orang bilang Kakek Duloh meninggal karena umur tua, ada juga yang bilang dia meninggal karena terjangkit virus yang waktu itu sedang banyak diberitakan di televisi, tapi sebenarnya Kakek Duloh meninggal karena diracun. Saya tidak bohong, saya mendengar sendiri rencana untuk meracuni Kakek Duloh.
Kita bahas yang lain saja ya? Saya suka daging bakar, saudara suka? Itu loh daging kambing yang ditusuk kayu kecil lalu dibakar. Wanginya harum, jika digigit dagingnya terasa empuk, ditaburi bumbu kacang juga boleh karena bisa menambah rasa daging semakin lezat.
Pertama saya makan daging bakar saat lebaran haji. Waktu itu di masjid dekat rumah Ustad Muri menyembelih tujuh ekor kambing gemuk, eh enam deh, tunggu! Sebentar saya ingat-ingat dulu. Sepertinya lima ekor. Ya benar lima ekor kambing gemuk dan satu ekor kambing kurus.
Pagi orang-orang shalat lalu menyembelih kambing lalu memotongnya jadi kecil-kecil lalu potongan daging dimasukan ke plastik lalu dibagikan terus bubar. Tapi saya, Kosasih, Tanti dan anak-anak lainnya tidak bubar. kami justru berkumpul di rumah Ustad Muri, makan bersama.
Ustad Muri punya istri namanya Komariah, Kosasih suka memanggilnya Ceu Kokom. Dia tidak seperti Suebah. Orangnya jarang bicara tapi ramah, selalu senyum kalau ketemu orang. Suka menyapu masjid dan kepalanya dibungkus jilbab. Saya penasaran apa warna rambut istrinya Ustad Muri sama dengan yang lain? Karena memang tak sekali pun saya melihatnya melepas jilbab dari kepalanya.
Saudara, Ustad Muri sama pintarnya dengan Kakek Duloh. apalagi kalau soal agama, sudah pasti dia juaranya. Jika Kosasih pergi mengaji saya selalu ikut tapi saya tidak boleh masuk ke masjid, katanya haram. Mulanya sih saya marah tapi lama-lama biasa saja. Menunggu diluar tak jadi maslah yang penting bisa mendengar suara Ustad Muri bercerita selepas mengajar Kosasih dan teman-temannya mengaji.
Selain menonton televisi, kesukaan saya lainnya adalah mendengarkan cerita. Menurut saya, mendengar cerita dan menonton televisi sama-sama menyenangkan sebab dari keduanya saya jadi tahu banyak hal.
Saya suka kalau Ustad Muri menceritakan tentang hewan. Semisal waktu dia cerita tentang burung ababil. Burung yang menyerang pasukan gajah dengan batu dari neraka, saya tidak tahu dimana neraka tapi yang saya dengar batu yang berasal dari sana sangat panas. Ada juga cerita "Nun" ikan besar yang menelan seorang nabi. Saya suka cerita ikan besar, karena nama ikannya hampir sama dengan nama saya. "Nun -- Kun" tuh kan hampir sama. Tapi yang paling saya sukai yaitu cerita anjing yang menjaga beberapa pemuda yang tertidur dalam gua sampai beratus-ratus tahun, nama anjingnya "Qithmir".
Qithmir itu anjing yang dijamin masuk surga, surga itu tempat orang-orang baik berkumpul setelah mati. Saya ingin seperti Qithmir, saya ingin masuk surga juga, katanya di surga kita bisa minta apa saja yang diinginkan. Saya ingin seperti Qithmir, menjadi anjing yang bisa menjaga Kosasih sampai beratus-ratus tahun, walaupun sepertinya tidak mungkin  saya bisa hidup sampai selama itu. Tapi Ustad Muri pernah bilang, bahwa tidak ada yang tidak mungkin selama Gusti Allah berkehendak. Saudara tahu Gusti Allah?
  Saya itu utang nyawa sama Ustad Muri, dulu kalau tidak ada dia mungkin saya sudah dikubur di dalam tanah. Jadi semasa saya baru tinggal di rumah Kakek Duloh, Haji Idang datang membawa kayu. Saya dipukuli berkali-kali sampai membuat kepala saya berdarah, bahkan sampai sekarang bekas lukanya masih ada di bagian atas mata kiri. Haji Idang teriak begini,
"Loh, anjing teh haram, kenapa masih aya didieu?"