Rumah Ustad Muri dekat jalan raya, saudara tahu jalan raya? Jalan raya itu jalan besar yang diselimuti batu keras berwarna hitam, disana banyak kendaraan melintas seperti mobil atau motor. Jalan di depan rumah Kakek Duloh bukan jalan raya, karena tidak besar dan tidak diselimuti batu keras. Di sebelah rumah Ustad Muri ada Masjid, namanya Masjid Al Ikhlas, disitu tempat orang-orang shalat dan disitu juga tempat  Kosasih, Tanti dan anak-anak lainnya mengaji. Di rumahnya, Ustad Muri menjual ayam bakar. Namanya "Ayam Bakar Madu".
Saya sebenarnya suka kesana, karena setiap kesana selalu diberi sepotong ayam bakar, kadang dapat bagian dada, kadang juga bagian kaki. Ayam bakarnya enak, rasanya seperti ada manis-manisnya. Tapi saya tidak boleh sering-sering kesana, saya pernah dengar Kakek Duloh bilang begini.
"Kosasih kasep kalau dikasih ayam bakar sama Ustad Muri bayar ya! Kalau dia gak mau, kamu paksa. Bukan apa-apa, kalau kamu keseringan makan gratis nanti dia bisa rugi, kalau rugi nanti tidak bisa jualan lagi."
Saya tidak bisa bayar, saya kan tidak punya uang. Saya juga tidak mau kalau Ustad Muri berhenti jualan makanya saya tidak sering datang kesana.
Saya benci Tanti tapi kadang saya sayang, saya sayang karena dia bisa menjaga Kosasih selama di sekolah. Tanti itu kuat, dia pernah meninju anak laki-laki yang mengejek Kosasih. di satu malam sebelum tidur Kosasih bilang begini :
"Kun, tadi di Sekolah Tanti meninju anak laki-laki yang badannya lebih besar. Aku kaget, awalnya kami sedang main di lapangan tiba-tiba beberapa anak yang bukan dari kelas kami datang. Mereka mengejek, pengkor ... pengkor ... pengkor ... sambil bertepuk tangan. Aku sih tidak marah, kan sudah biasa dibilang pengkor. Tapi Tanti malah marah, dia hantam anak yang paling besar sampai tersungkur, setelah tersungkur dia terus meninju, menendang, menjambak sampai anak laki-laki itu teriak minta ampun."
Jadi begini saudara, saat Kosasih berumur satu tahun lebih beberapa bulan, Kakek Duloh  penasaran melihat Tanti sudah bisa jalan sedangkan Kosasih belum, akhirnya diperiksakanlah ke dokter setelah itu barulah diketahui bahwa kakinya pengkor.
Tanti, Apa kabarnya dia sekarang ya? Jika diingat-ingat Tanti itu malang, di umur delapan tahun ayahnya meninggal, orang menemukan mayatnya di pinggir jalan yang membelah kebun tebu dengan leher yang hampir putus. Katanya lokasi penemuan ayah Tanti dekat dengan lokasi Kosasih dulu ditemukan. Disitu memang sering terjadi kejahatan, dulu pernah ada mayat tanpa kepala, ada juga perempuan yang diperkosa sepuluh orang temannya, orang bilang ayahnya Tanti  mati dibegal sebab motor yang biasa digunakan raib entah kemana.
Di tahun yang sama dengan kematian ayahnya Tanti, televisi juga banyak mengabarkan berita duka, seperti meninggalnya Angelina, anak kecil yang dibunuh orang tua angkatnya. Salim kancil yang dibunuh karena protes tambang pasir ilegal. Ada juga orang lucu yang meninggal tapi bukan dibunuh tapi karena sakit, kalau tidak salah namanya Olga Saputra.
Selama seminggu pengajian digelar dan selama seminggu pula Tanti jarang terlihat, dia tidak sekolah juga tidak main seperti biasa. Sekalinya  keluar rumah matanya pasti bengkak, kelihatan kalau habis menangis. Kosasih sedih, saya sedih, Kakek Duloh sedih. Apalagi waktu di pemakaman, kami semua tak kuasa menahan haru melihat Tanti memanggil-manggil ayahnya, ibunya bahkan sempat beberapa kali pingsan.
Selepas ayahnya sudah tidak ada sampai  saat saya dan Kosasih meninggalkan rumah, Tanti dan ibunya tetap tinggal disana. Dulu sempat mereka ingin pindah, katanya mau cari kerja di Jakarta, ibu Tanti harus kerja biar punya penghasilan tapi Kakek Duloh melarang, dia bilang.