Cerita ke 4 : Racun atau Pisau?
Orang bilang kita harus kerja keras untuk mewujudkan mimpi tapi apa yang orang bilang tidak berlaku untuk Kosasih, dia cukup tidur lalu mimpinya  jadi kenyataan, kata Kakek Duloh itu kemampuan istimewa, itu anugerah dari Gusti Allah. Dia percaya apapun yang diberikan Gusti Allah baik hanya bagaimana cara kita menyikapinya, makanya walaupun sebenarnya yang terjadi  cukup menjadi beban tapi dia lebih memilih menyebut kemampuan Kosasih "istimewa" ketimbang kata lain yang mempunyai arti buruk semacam "kutukan" atau "kekurangan".
      Kemampuan Kosasih mulai ada pada waktu berita virus corona masuk pertama kali ke Indonesia, seingat saya hanya beda dua atau tiga harilah. Lebih tepatnya setelah dia menginjak umur baligh. Kata Ustad Muri Baligh adalah keadaan dimana seorang anak sudah memasuki masa dewasa dan ketika memasuki baligh maka diwajibkan baginya menjalankan syariat agama. Masa baligh bisa ditandai dengan mimpi basah, tumbuh jakun, suara semakin berat atau tumbuh rambut di bagian tubuh tertentu. Rambut saya sudah tumbuh sejak lahir berarti saya baligh dari lahir.
      Dalam perjalanan pulang dari Bandung Kakek Duloh semapt bertanya, katanya "Apa ada perbedaan yang kasep rasakan semenjak punya kemampuan?". Kosasih menggelengkan kepala tapi tidak selang lama dia bilang "Ada kek." Kakek Duloh membenarkan posisi duduk, bersiap menyimak dengan serius "Aku lebih banyak tidur tanpa mimpi."
      "Untung saja jarang mimpi, coba kalau sering." kata saya dalam hati. Saya tidak bisa membayangkan kalau setiap hari Kosasih bermimpi, berarti harus setiap hari pula Kakek Duloh mencari alasan, jika mimpinya masih masuk akal sih enak, semisal mimpi makan burger atau makan makanan yang ada di televisi tapi sepertinya tidak mungkin karena kebanyakan mimpi tak masuk akal. Mimpi saya juga kadang begitu, dulu  saya pernah bermimpi menjadi Presiden, pernah juga bermimpi menjadi Super Dog dan pernah saya mimpi singkong rebus, daging bakar dan ayam bakar ukuran raksasa jatuh dari langit menimpa perkebunan tebu.
      Semenjak dari Bandung Kakek Duloh lebih banyak diam, dia suka lupa memberi makan ikan, sudah tidak menceritakan kisah untuk pengantar Kosasih tidur, intinya dia sudah menjadi orang yang beda.
      Di satu malam Haji Idang dan Ustad Muri datang berkunjung, mereka duduk santai di bale sambil menghisap rokok dan sesekali menyeruput kopi hitam.
      "Sebenarnya kamu kenapa?" kata Haji Idang.
      "Iya kang, akang seperti banyak pikiran." sambung Ustad Muri
      "Sejak kaki Kosasih sembuh, yang aku lihat kamu kebanyakan murung." kata Haji Idang  "Eh ngomong-ngomong berobat dimana? cuma tiga hari bisa langsung normal tuh kaki. Pasti sakti orangnya. Mahal gak bayarnya?"
      Kakek Duloh hanya membalas dengan senyum yang dipaksakan lalu diam lagi.