Ustad Muri memanggil Kakek Duloh "Kang Duloh" karena umurnya lebih muda dan Haji Idang memanggil Kakek Duloh "Loh" kadang "Duloh". Dari yang saya dengar, mereka seumuran, teman satu kelas seperti Tanti dan Kosasih.
Tunggu sebentar saudara! Saya ingin kencing lagi. Nanti saya lanjutkan ceritanya.
Saudara pernah tidak merasa ingin kencing tapi tidak jadi kencing? Sekarang saya sedang mengalaminya. Tadi saya ingin kencing setelah siap-siap kencing saya tidak jadi kencing. Apa karena saya sudah tua? Atau karena saya salah minum air? Sebelum ke tempat ini saya sempat minum air di kolam besar berbentuk bulat yang di tengahnya ada patung laki-laki dan perempuan sedang melambai seolah berteriak "Selamat datang". Mungkin karena itu ya? Yasudah, sampai mana tadi saya cerita?
Kakek Duloh pintar, saya banyak tahu hal baru darinya. Seperti saat dia memberitahu nama daerah tempat kami tinggal "Purwadadi -- Subang". Juga tentang sejarah pabrik gula, dari mulai pabrik berjaya sampai mengalami bangkrut dan memberhentikan banyak pekerjanya.
Kenangan yang saya tidak bisa lupakan tentang Kakek Duloh yaitu ketika menemani Kosasih sebelum tidur, biasanya dia akan menceritakan kisah-kisah seru, kisah yang diceritakan kebanyakan punya petualangan menarik, semisal Jenderal Sudirman, Cut Nyak Dien dan yang paling terakhir  dia menceritakan Mahatma Gandhi. "Itu yang terakhir." karena setelahnya dia selalu terlihat gelisah, jarang tidur, tidak banyak senyum pokoknya seperti bukan Kakek Duloh, hitungan minggu setelahnya dia meninggal.
Saya menangis, Kosasih menangis, Tanti menangis, tapi Ustad Muri tidak menangis. Dia bilang, "Ini sudah kehendak Gusti Allah, nangis sewajarnya, jangan berlebihan!" Saya tahu Ustad Muri selalu berkata benar tapi untuk yang satu itu saya tidak mau dengar, saya sangat sedih jadi wajar jika terus menangis.
Kepergian Kakek Duloh membawa duka yang tidak habis-habis sampai berhari-hari lamanya. Kadang saya mengira dia masih hidup, saya masih suka membawa wadah makan ke kamarnya jika saya lapar, menggonggong untuk memberitahunya bila ada yang mencuri ikan di kolam belakang rumah dan banyak kekeliruan lainnya, ketahuilah saudara yang terberat dalam perpisahan bukan tentang kepergian karena itu pasti, melainkan membiasakan diri untuk terbiasa melakukan sesuatu yang biasa dilakukan bersama, dan itu menyakitkan.
Rendah gairah, ikan-ikan tak lagi diberi makan, baik saya atau Kosasih sama-sama tak semangat melakukan apapun. Jika malam, saya hanya menatap kosong ke jalan atau pohon tebu dan sesekali berharap Kakek Duloh muncul dari sana.
Saya prihatin melihat keadaan Kosasih, ayah dan ibunya tak jelas asal ditambah harus ditinggal Kakek Duloh, sudah pasti hatinya lebih hancur ketimbang saya. Untungnya ada Tanti, dia satu-satunya orang yang bisa menghibur. Awalnya dia bilang begini, "Kita sama-sama ditinggal mati orang yang kita sayangi tapi hidup kan memang begitu, kalau tidak ditinggal ya meninggalkan." Dari situ Kosasih mulai membiasakan diri.
Saya suka sedih jika mengenang Kakek Duloh. Biar tidak terlarut saya persingkat saja, yang jelas saya berani sumpah demi singkong rebus bahwa Kakek Duloh adalah sebaik-baiknya manusia yang saya temui, walaupun Ustad Muri baik, Kosasih baik, Tanti juga baik tapi Kakek Duloh jauh lebih baik. Saya ingin berterus terang pada saudara tentang dua hal.
Pertama, harus saudara ketahui penyebab Kakek Duloh berubah tak lain karena kemampuan istimewa Kosasih. Mungkin saudara tidak percaya tapi itu benar. Kosasih itu berbeda dengan yang lain dan karena itulah Kakek Duloh khawatir kalau orang tahu maka akan banyak yang memanfaatkannya. Kakek Duloh takut jika kemampuan Kosasih disalahgunakan bisa-bisa malah bawa petaka.